Wednesday, October 2, 2013

NALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) KELAS V SD DI KECAMATAN SELONG KABUPATEN LOMBOK TIMUR (Studi Komparasi Antara Guru yang Belum Sertifikasi dengan Guru Sudah Sertifikasi)


                                                                                                           Bidang Ilmu: Pendidikan

USUL PENELITIAN
  

  

ANALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
PENDIDKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) KELAS V SD
DI KECAMATAN SELONG KABUPATEN LOMBOK TIMUR
(Studi Komparasi Antara Guru yang Belum Sertifikasi dengan
Guru Sudah Sertifikasi)



PENGUSUL:
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2012




HALAMAN PENGESAHAN

Identitas



Judul Penelitian
:
ANALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) KELAS V SD DI KECAMATAN SELONG KABUPATEN LOMBOK TIMUR
(Studi Komparasi Antara Guru yang Belum Sertifikasi dengan  Guru Sudah Sertifikasi)
Bidang Penelitian
:
Pendidikan
a.               Nama Lengkap
:
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
b.              NIP
:
19831020 201012 1 003
c.               Bidang Keahlian
:
Pendidikan Dasar
d.             Jabatan Struktural
:
-
e.               Jabatan Fungsional
:
Tenaga Pengajar
f.                Lokasi Penelitian
:
Selong – Lombok Timur
g.              Unit Kerja
:
Prodi PGSD FISIB Universitas Trunojooyo Madura
h.              Alamat Surat
:
Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan
i.                  Telepon/Fax
:
0331-3011146 / 031-3011506
j.                  Alamat Rumah
:
Perum Griya Abadi AG 28 Bangkalan
k.              Telepon / Email
:
081 917 799 588 / muji_utm@yahoo.com
Biaya yang Diusulkan
:
Rp. 1.000.000






Bangkalan, 8 Oktober 2012
Mengetahui,
Kaprodi PGSD                                                                       Peneliti,



Drs. Harun Al Rasyid, M.Si.                                                Mujtahidin, S.Pd. M.Pd.
NIP. 19520922197903 1002                                                  NIP. 198310202010121003





DAFTAR ISI
                                                                                                               Halaman
Halaman Judul......................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan.............................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................................... iii
BAB I        PENDAHULUAN
A.              Latar Belakang............................................................................................................. 1
B.               Rumusan Masalah........................................................................................................ 6
C.               Tujuan Penelitian.......................................................................................................... 6
D.              Manfaat Penelitian........................................................................................................ 6
BAB II       KAJIAN PUSTAKA
A.              Pelaksanaan Pembelajaran di dalam Kelas.................................................................... 8
B.               Hakikat Mata Pelajaran PKn....................................................................................... 11
C.               Karakteristik Pembelajaran Siswa di Sekolah Dasar.............. ...................................... 14
D.              Standar Kompetensi Guru............................................................................................ 19
E.                Sertifikasi Guru............................................................................................................ 21
F.                 Hipotesis Penelitian..................................................................................................... 24
BAB III      METODE PENELITIAN
A.              Pendekatan dan Jenis Penelitian.................................................................................. 25
B.               Desain Penelitian........................................................................................................ 25
C.               Subjek Penelitian........................................................................................................ 26
D.              Devinisi Operasional Variabel...................................................................................... 28
E.                Teknik Pengumpulan Data........................................................................................... 29
F.                 Teknik Analisis Data................................................................................................... 29
G.              Jadwal Pelaksanaan Penelitian...................................................................................... 31
H.              Biaya Penelitian............................................................................................................ 31

Daftar Pustaka....................................................................................................................... 32

Lampiran............................................................................................................................... 34



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa, bangsa yang mempunyai kualitas pendidikan yang baik, sejalan dengan perubahan zaman akan menjadikan negara tersebut menjadi negara yang maju. Kualitas pendidikan suatu negara menjadikan negara tersebut dipandang oleh dunia internasional sebagai negara besar atau kecil, karena kualitas mutu pendidikan yang baik akan menghasilkan sumberdaya manusia yang baik, yang nantinya akan berpengaruh terhadap kemajuan negara tersebut begitu juga sebaliknya, mutu kualitas pendidkan yang buruk akan menjadikan negara tersebut jatuh ke dalam keterpurukan.
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas  (UU Sisdiknas) adalah untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung-jawab (Depdiknas, 2007:5). Untuk mencapai tujuan di atas, pemerintah telah menjabarkan tujuan pendidikan nasional dalam bentuk kurikulum nasional, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan tinggi. Kurikulum tersebut dijabarkan dalam beberapa mata pelajaran yang dibelajarkan kepada peserta didik sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang telah ditetapkan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dijelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mulai di ajarkan dari kelas 1 sampai kelas 6 SD. Mata pelajaran PKn memimiliki kedudukan yang sama dengan mata pelajaran lainnya dalam lingkup program pendidikan. Dengan demikian PKn merupakan salah satu mata pelajaran  yang dibelajarkan pada semua jenjang pendidikan yang ada sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal ini terlihat jelas dalam Penjelasan UU Sisdiknas yang menyatakan bahwa ”PKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air” (Depdiknas, 2007:50).
Tujuan dibelajarkannya PKn adalah untuk membentuk peserta didik yang mampu mengenal jati dirinya sebagai bangsa Indonesia, berakhlak mulia, cerdas, demokratis, jujur, terampil, berani, dan bertanggung-jawab, melalui penanaman dan pembudayaan nilai yang bersumber dari nilai luhur bangsa Indonesia. Hal ini berarti tujuan dibelajarkannya PKn sangat kompleks sekali, sebab PKn bukan hanya diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan kewarganegaraan siswa, melainkan juga diarahkan untuk membentuk moral dan kepribadian generasi bangsa.
PKn tidak hanya bertujuan untuk membentuk peserta didik yang cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara mental, spiritual, dan sosial. Bahkan yang paling penting untuk dikembangkan adalah pembentukan kecerdasan spiritual, emosional, dan sosial peserta didik. Inilah yang justru menjadi tujuan utama PKn dibelajarkan. Dengan kata lain pembelajaran PKn harus lebih difokuskan pada penanaman nilai-nilai dan moral peserta didik untuk membentuk karakter dan kepribadian mereka. Oleh sebab itu, muatan kurikulum PKn berisi nilai-nilai moral yang harus ditanamkan dalam diri peserta didik pada setiap jenjang pendidikan yang ada.
Tujuan akhir yang ingin dicapai dari serangkaian penanaman nilai-nilai moral dalam PKn adalah untuk Namun demikian, selama ini ada kecendrungan bahwa mata pelajaran PKn dipandang sebelah mata dan kurang diseriusi oleh peserta didik pada umumnya. Apalagi pada saat mata pelajarn terakhir. Bahkan terkadang muncul pula anggapan bahwa mata pelajaran PKn di anggap “dongeng sebelum tidur” oleh kebanyakan peserta didik.
Membangkitkan keaktifan peserta didik didakla mudah, diperlukan partisipasi aktif dari semua pihak. Dalam konteks ini, pendidik dituntut untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan kewarganegaraan. Tujuan pembelajaran PKn harus diarahkan untuk mencetak manusia Indonesia menjadi warganegara yang baik (good citizenship) dan memahami hak dan kewajibannya sebagai warganegara. Jika tujuan ini dapat terwujud maka bangsa yang bermoral akan terbentuk, sebaliknya jika gagal maka akan terjadi degredasi moral generasi bangsa.
Kualitas pembeajaran di dalam kelas salah satunya sangat dipengaruhi oleh rancangan pembelajaran yang dibuat guru, dan dalam pembelajaran sangat dibutuhkan kreativitas dan profesionalisme guru yang tinggi.
Namun demikian sebagaimana yang di kemukakan oleh Purwundarti (dalam Sari, 2012:3) bahwa tidak semua guru SD mempunyai perencanaan pembelajaran (RPP) sebelum mengajar. Guru yang mempunyai perencanaan pembalajaran hanya berkisar kurang lebih 46,3%. Itupun tidak sepenuhnya dibuat secara mandiri oleh guru sebelum mengajar, ada yang buatan KKG (Kelompok Kerja Guru) dan ada yang dibuatkan oleh orang lain. Biasanya perencanaan pembelajaran yang dibuat mandiri oleh guru sebelum mengajar, pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas akan sesuai dengan perencanaan yang dibuat sebelumnya dengan artian bahwa tidak sering melakukan penyimpangan dari rencana yang ada.
Permasalahan lainnya adalah guru lebih dominan dalam proses pembelajaran dibandingkan dengan sumber-sumber ajar lain. Proses pembelajaran diawali dengan mepelajari berbagai  sumber yang ada kaitannya dengan dengan pokok bahasan dalam kurikulum dan isinya dapat disajikan keppada murid oleh guru. Dalam pola interaksional guru aktif menyampaikan isi kurikulum dan murid menerima segala sesuatu yang disampaikan. Untuk menyampaikan isi pembelajaran, guru memanfaatkan sumber belajar utama yaitu buku teks yang dibantu dengan sumber belajar lain, kecendrungan kegiatan pembelajaran di ruang kelas dengan metode ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dominan dimanfaat dibandingkan dengan merode lain.
Kegiatan yang dominan dalam pembelajaran PKn saat ini adalah penjelasan dari guru yang umumnya hanya pada pemberian pengetahuan saja. Hal ini diasumsikan sebagai akibat mengapa nilai PKn lebih rendah dari pada nilai SD yang lainnya seperti Matematika atau IPA.
Salah satu komponen yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan adalah guru. Di Indonesia, guru adalah sosok panutan, sosok yang dapat digugu dan ditiru. Sosok yang dapat dapat dipercaya dan diteladani. Pada pundak guru dipercayakan amanat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Guru adalah pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UU Guru dan Dosen, 2005:2). Secara normatif, guru adalah mereka yang bekerja di sekolah atau madrasah, mengajar, membimbing, melatih para siswa agar mereka memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, juga dapat menjalani kehidupannya dengan baik (Rochman, 2011: 26). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, mendidik,  membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik  dalam rangka memperbaiki anak bangsa lewat proses pendidikan.
Salah satu upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru adalah melalui program sertifikasi guru. Adanya program sertifikasi guru sangat membantu upaya peningkattan kualitas pembelajaran di sekolah dasar, khususnya pada mata pelajaran PKn. Hal ini senada dengan pendapat Mulyasa (2005:3) yang menyatakan bahwa pembangunan bidang pendidikan berkonstribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusa. Terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan yaitu, (1) sarana gedung, (2) buku yang memadai dan berkualittas, serta (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional.
Terdapat empat kompetensi yang harus dikuasai oleh guru yaitu, kompertensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen, 2005:6) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik; kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik; kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Terdapat dua kompetensi yang harus dimiliki guru yang berkaitan erat dengan pelaksanaaan pembelajaran, yakni kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Kemampuan pedagogik merupakan kemampuan guru dalam (1) merancang pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, (3) pemahaman terhadap peserta didik, (4) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (5) pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dan (6) pengembangan peserta didik. Sedangkan kompetensi profesional merupakan kemampuan mengenai penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, yang memungkinkan membimbing peserta didik mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, yang meliputi (1) kemampuan mengerti dan menerakan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, (2) mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, (3) kemampuan mengerti dan menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, (4) kemampuan mengembangkan dan menggunakan alat, media dan sumber belajar yang relevan, (5) kemampuan mengorganisasikan dan melaksanakann program pembelajaran, (6) dan kemampuan menumbuhkan keperibadian peserta didik.
Kedua kompetensi tersebut karena berhubungan langsung dengann proses pelaksanaan pembelajaran di kelas. Tentu saja kebijakan sertifikasi guru yang telah dilaksanakan pemerintah dapat memberikan dampak positif terhadap pola pengajaran dan motivasi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
Dikatakan guru sangat menentukan kualitas output dan outcome yang dihasilkan sekolah, karena dialah yang merencanakan pembelajaran, menjalankan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat, serta menilai pembelajaran yang telah dibuat. Dengan demikian apabila guru melakukan fungsi dan tugasnya dengan baik, maka dapat dipastikan hasil output siswa pasti akan baik, sebaliknya jika guru tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik maka output yang dihasilkannya pun juga akan kurang berkualitas.
Berdasarkan data yang dapat dihimpun pada UPTD Pendidikan Kecamatan Selong Lombok Timur, sekitar dua ratus lebih dari sembilan ratus guru di kecamatan Selong belum memperleh sertifikat guru profesional (belum disertifikasi). Artinya sekitar 25% saja guru di kecamatan Selong yang berpredikat profesional dan masih 75% guru sejak program ini dijalankan tahun 2006 lalu belum tersertifikasi.
Namun demikian ternyata adanya program sertifikasi guru di kecamatan Selong sejak 2006 lalu ternyata belum selaras dengan kinerja guru.  Masih ada saja guru yang kinerjanya terkesan tidak profesional meski sudah mendapatkan sertifikat guru profesional.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian dan analisis tentang pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar, khususnya pada mata pelajaran PKn antara guru yang belum sertifikasi dengan guru yang sudah sertifikasi. Dalam hal ini difokuskan pada kompetensi pedagogik dan profesionalisme guru, karena kedua kompetensi tersebut berkaitan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.      Adakah perbedaan kompetensi pedagogik guru SD kelas V dalam pembelajaran PKn antara guru yang belum sertifikasi dan guru sudah sertifikasi?
2.      Adakah perbedaan kompetensi profesional  guru SD kelas V dalam pembelajaran PKn antara guru yang belum sertifikasi dan guru sudah sertifikasi?

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.      Mengetahui perbedaan kompetensi pedagogik guru SD kelas V dalam pembelajaran PKn antara guru yang belum sertifikasi dan guru sudah sertifikasi.
2.      Mengetahui perbedaan kompetensi profesional  guru SD kelas V dalam pembelajaran PKn antara guru yang belum sertifikasi dan guru sudah sertifikasi.

D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap upaya perbaikan kualitas pembelajaran di sekolah dasar khususnya pembelajaran mata pelajaran PKn. Manfaat penelitian ini meliputi manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.
1.      Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini akan menambah khazanah ilmu pengetahuan khusunya di bidang Ilmu Pendidikan yang dengan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih mendalam dan lebih komprehensif tentang pelaksanaan pembelajaran di SD, khususnya untuk pembelajaran PKn.
2.      Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi berbagai pihak antara lain:
a.       bagi guru, yakni sebagai koreksi dan evaluasi dala rangka memperbaiki dan meningkatkan hasil pembelajaran yang lebih baik, pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas yang sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah disusun, tujuan pembelajaran, materi ajar, evaluasi, dan perkembangan peserta didik;
b.      bagi sekolah dan Dinas Pendidikan, yakni sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi masalah belajar siswa di sekolah dan dalam usaha mencapai mutu pendidikan yang lebih baik utamanya untuk meningkatkan minat serta hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn;
c.       bagi peneliti, yakni dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran PKn di SD kelas V sekaligus dapat mengetahui perbedaan proses pembelajaran PKn antara guru yang sudah tersertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi;
d.      bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi refrensi penelitian selanjutnya khususnya berkenaan dengan komitmen pembelajaran PKn di tingkat SD dan hubungannya dengan adanya program sertifikasi guru.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pelaksanaan Pembelajaran di dalam Kelas
Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama (Usman, 2006:4). Artinya apabila proses pembelajaran yang dilakukan guru baik, maka hasilnya akan berkualitas, sebaliknya jika pembelajaran yang dilakukan tidak baik, maka hasilnya pun tidak bermutu. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan output yang berkualitas, guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang efektif dan bermakna bagi siswa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi,1990:219), kata “efektif” berarti “manjur, mujarab, ada pengaruhnya, dan berhasil guna”. Jadi, pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat memberikan pengaruh atau berhasil guna terhadap peserta didik. Pengaruh atau hasil guna tersebut bisa menyangkut aspek kognitif berupa peningkatan pengetahuan, afektif berupa perubahan sikap dan psikomotorik berupa perubahan tingkahlaku. Pengaruh/hasil guna yang dihasilkan tergantung pada tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan dalam rencana pembelajaran.
Sedangkan “bermakna” artinya “berarti atau mempunyai arti penting”. Jadi, pembelajaran bermakna merupakan pembelajaran yang berarti atau memiliki arti penting bagi siswa untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran seperti ini akan tercipta apabila dilakukan  secara terorganisir, disampaikan dengan jelas, terjadinya asimilasi dan akomodasi pengetahuan pada siswa, dan siswa yakin bahwa mereka benar-benar memahami konsep yang sudah dipelajari dan dapat menerapkannya dalam situasi baru (Nur dkk, 2004:49). 
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang efektif lebih berkonotasi pencapaian/penguasaan siswa terhadap materi ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan. Ini terlihat dari penjelasan yang dikemukakan Arend (2001:18) “effective teaching requires careful and reflective thought about what teacher is doing and the effects of his or her action on students social and academic learning”. Sedangkan pembelajaran yang bermakna berkonotasi kemampuan siswa untuk menghadapi permasalahan-permasalahan dalam kehidupan nyata sebagai hasil pembelajaran. Ini terlihat pada pendapat Anderson & Krathwohl (2001:65) yang mengatakan “meaningful learning provides students with the knowledge and cognitive processing they need for successful problem solving”.
Dengan demikian dapat dikatakan, pembelajaran yang efektif merupakan prasyarat terjadinya pembelajaran yang bermakna. Ini artinya, apabila pembelajaran yang dilakukan guru tidak efektif, maka sudah pasti pembelajaran tersebut tidak akan memberikan arti penting terhadap perubahan personalitas peserta didik.  
Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan bermakna tidaklah mudah dan membutuhkan keterampilan khusus. Menurut Baker dan Popham (2005:145) dan Nur (2002:1), pembelajaran yang efektif dan bermakna sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan strategi dan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Disamping itu, pembelajaran juga harus dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik serta anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera (Diknas, 2007:4). Sejalan dengan pendapat di atas, Arend (2004:52-53) mengatakan pembelajaran yang efektif dan bermakna baru akan terjadi apabila guru menguasai dan menggunakan strategi-strategi pembelajaran yang tepat, pariatif dan melalui penciptaan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif sehingga siswa dapat belajar mandiri dan mengatur sendiri belajarnya.
Pemilihan dan penggunaan strategi dan metode yang tepat pada setiap pembelajaran hanya bisa dilakukan oleh guru yang memiliki kapasitas dan tanggung jawab yang besar terhadap tugasnya. Karena guru seperti itulah mempunyai rasa peduli dan selalu bersikap kritis terhadap setiap pembelajaran yang dilakukan, menganalisis dan menemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi, dan menemukan solusi terhadap permasalahan tersebut. Dengan demikian kelemahan-kelemahan pada pembelajaran sebelumnya dapat diperbaiki sehingga pembelajaran berikutnya akan lebih baik dan berkualitas.
Sedangkan penciptaan lingkungan yang nyaman menurut Deporter (2000:23) dapat dilakukan dengan cara menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan yang baik dan terbuka, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Karena apabila siswa merasa terancam atau tertekan, maka kapasitas saraf otak untuk berfikir rasional akan mengecil (MacLean, LeDouk, dan Goleman dalam Deporter, 2000:22). Oleh sebab itu, guru harus mengupayakan hubungan yang harmonis dengan siswa, karena dengan hubungan yang harmonislah siswa akan merasa bebas, aman, dan nyaman untuk belajar di sekolah. Sebaliknya bila hubungan antara guru dan siswa tidak harmonis, strategi pembelajaran yang bagaimanapun baiknya akan memberikan hasil yang jauh dari harapan (Moedjiarti, 2002:68).
Selain itu, menurut Nasution (2005:77) pembelajaran akan efektif dan bermakna apabila dipersiapkan dengan cermat dan bagus, dengan cara penentuan tujuan yang spesifik dan jelas, bahan atau materi yang tepat dan terorganisir, metode yang tepat, dan mengatur proses pembelajaran secara sistematis. Dalam mempersiapkan pembelajaran, guru harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan pisikologi anak, karakteristik matapelajaran, materi pembelajaran, dan berbagai strategi dan metode pembelajaran, karena inilah yang menjadi salah satu dasar untuk menentukan bagaimana pembelajarana dilakukan dan kemana siswa akan diarahkan.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh guru dalam menciptakan pembelajaran yang efektif dan bermakna, yaitu;
1.      merumuskan tujuan pembelajaran yang spesifik dan jelas,
2.      pemilihan strategi dan metode yang sesuai dengan materi ajar,
3.      mempersiapkan materi ajar dengan baik dan terorganisir,
4.      melakukan proses pembelajaran dengan sistematis,
5.      menyediakan lingkungan yang nyaman dan kondusif, dan
6.      memahami perkembangan peserta didik.
Kesemua unsur tersebut di atas dapat dilihat pada rencana pembelajaran yang dibuat dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Ini berati, apabila rencana pembelajaran yang disiapkan oleh guru baik, maka proses pembelajaran di kelas akan baik dan optimal. Begitu juga sebaliknya, apabila persiapan yang dilakukan guru tidak baik, apalagi tidak membuat perencanaan pembelajaran, maka proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas tidak akan baik dan optimal. Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dilakukan, guru harus mempersiapkan pembelajaran dengan baik dan seksama dalam rencana program pembelajaran yang dibuatnya.
  Khusus menyangkut mata pelajaran PKn, terutama yang berkaitan dengan nilai dan moral, guru harus memperhatikan tahapan yang harus dilakukan dalam pembelajaran, terlebih lagi apabila pembelajaran tersebut dilakukan di SD. Tahapan-tahapan pembelajaran nilai dan moral menurut Harmin dkk (dalam Adisusilo: 2000:87) adalah:
1.      fakta,
2.      konsep, dan
3.      nilai.
Jadi, dalam membelajarkan PKn harus mulai dari kondisi ril atau fakta kasus yang terjadi dalam masyarakat, setelah itu baru guru mengkonstruksi konsep dari fakta yang ada, dan selanjutnya menarik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

B.     Hakikat Mata Pelajaran PKn
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan PKn dibelajrakan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan (Depdiknas, 2006a:271):
a.       berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
b.      berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi;
c.       berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
d.      berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Mencermati pengertian dan tujuan PKn di atas, pada hakikatnya PKn diarahkan untuk membentuk karakter dan kepribadian peserta didik. Pengertian dan tujuan PKn di atas menggambarkan PKn sebagai mata pelajaran yang sangat kompleks, karena PKn tidak hanya diarahkan untuk mengembangkan aspek pengetahuan (kognisi) saja, tetapi juga menyangkut aspek sikap (afeksi) maupun aspek prilaku (psikomotor).
PKn tidak hanya bertujuan untuk membentuk peserta didik yang cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara mental, spiritual dan sosial. Bahkan yang paling penting untuk dibina dan dikembangkan adalah pembentukan kecerdasan spiritual, emosional, dan sosial peserta didik. Inilah yang justru menjadi tujuan utama pendidikan PKn.
PKn juga merupakan salah satu mata pelajaran yang mewadahi pembentukan moral peserta didik sesuai dengan nilai dan kepribadian bangsa. Penanaman dan pembudayaan nilai yang bersumber dari nilai luhur bangsa diharapkan dapat membentuk peserta didik yang mengenal jati dirinya sebagai bangsa Indonesia, berakhlak mulia, cerdas, demokratis, jujur, terampil, berani, dan bertanggung jawab sehingga tercipta apa yang disebut good citizenship atau warga negara yang baik.
Rumusan tentang tujuan PKn seperti dikemukakan tersebut terlihat jelas pada Penjelasan UU Sisdiknas, pada Pasal 31 ayat (1) yang mengatakan “Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air” (Depdiknas, 2007:50). Rasa kebangsaan dan cinta tanah air akan muncul apabila peserta didik memahami, mengakui, menghayati dan mengamalkan nilai, norma, dan moral bangsanya, yang sekaligus menjadi kepribadian bangsa Indonesia.
Beberapa ahli memberikan pandangannya terhadap pengertian dan tujuan mata pelajaran PKn. Menurut Djahiri (2006:9) PKn adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) manusia (peserta didik) diri dan kehidupannya menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan (yuridis konstitusional) bangsa dan negaranya. Dengan kata lain, tujuan PKn adalah berupaya memanusiakan dan membudayakan serta memberdayakan manusia (peserta didik) menjadi warga negara yang baik. Warga negara yang baik menurutnya adalah warga negara yang religius, cerdas, demokratis, damai, tentram, sejahtera, modern, dan berkepribadian Indonesia.
Tilaar (2003:178) menjelaskan bahwa tujuan PKn ialah mengembangkan seseorang sebagai warga negara yang baik (good citizen), dan yang menjadi pokok permasalahan PKn adalah pendidikan moral. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wahab (2004:1.19) bahwa PKn merupakan mata pelajaran multidimensional, dimana materi ajar mata pelajaran tersebut memuat materi dari beberapa disiplin ilmu. Muatan materi PKn dimaksud adalah antara lain (1) nilai, (2) moral, (3) sosiologi, (4) tatanegara, dan (5) politik. Akan tetapi yang paling pokok dan menunjang adalah pendidikan nilai dan moral.
Pidarta (2007:105) menjelaskan bahwa PKn merupakan salah satu dari empat mata pelajaran (yakni Agama, PKn, Pancasila, dan Seni Budaya) yang mengandung banyak materi pengembangan afeksi. Hal ini karena muatan materi dalam PKn mencakup nilai-nilai moral, seperti tanggung jawab, penghargaan, penghormatan, kesopanan, kasih sayang, religius, toleransi, kerja sama, dan lain sebagainya. Penanaman nilai-nilai ini dalam PKn merupakan sarana untuk mencapai hakikat dari dibelajarkannya PKn yakni untuk membentuk karakter dan kepribadian generasi bangsa yang bermoral.
Apabila mencermati pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa PKn pada hakikatnya adalah mata pelajaran yang menekankan pada pendidikan nilai dan moral, yang bertujuan membentuk sikap, karakter, dan kepribadian peserta didik menjadi warga negara yang baik (good citizenship).
Sebagai mata pelajaran yang lebih terfokus pada pendidikan nilai dan moral pembelajaran PKn dituntut untuk bisa mencetak generasi bangsa yang bermoral dan berkepribadian yang luhur. Untuk mencapai tujuan ini maka penanaman nilai-nilai moral dalam pembelajaran PKn merupakan suatu keniscayaan. Jika penanaman nilai-nilai ini tidak dilakukan, maka hakikat PKn sebagaimana yang dikemukakan di atas akan menjadi hilang. Penaman nilai-nilai ini harus terintegrasi pada setiap kompetensi dasar mata pelajaran PKn yang dibelajarkan. Hal ini karena pembelajaran PKn bukan saja ditekankan untuk mengembangkan pengetahuan (kognisi), bahkan yang lebih penting dalam PKn adalah pengembangan sikap (afeksi) siswa untuk membentuk kepribadian dan karakter mereka.
Berdasarkan analisis di atas, dapat pula disimpulkan bahwa muatan materi PKn banyak mengandung pengembangan afeksi siswa dalam pembelajaran. Hal ini karena kompetensi PKn berisi nilai-nilai dan moral yang harus ditanamkan kepada peserta didik sesuai dengan tujuan dan hakikat PKn yakni untuk membentuk warga negara yang baik (good citizenship). Dengan demikian, PKn merupakan mata pelajaran yang didalamnya menekankan pada pengembangan afeksi siswa. Pembelajaran PKn dikatakan berhasil apabila mampu membentuk karakter dan kepribadian generasi bangsa yang bermoral.



C.    Karakteristik Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar
Usia rata-rata anak Indonesia yang masuk sekolah dasar adalah 6/7 tahun dan selesai pada 12/13 tahun. Menurut Desmita (2009:35) jika mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, anak usia sekolah dasar berada dalam dua masa perkembangan, yaitu (1) masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun) dan (2) masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang berbeda dari usia lainnya. Mereka senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.
Karakteristik peserta didik pada jenjang sekolah dasar dapat dilihat berdasarkan kategorisasi yang dikemukakan oleh para ahli atau pakar psikologi perkembangan. Pengkajian ini penting dilakukan agar dalam pembelajaran guru dapat mengembangkan potensi peserta didik dengan lebih tepat sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, untuk mengetahui karakteristik siswa sekolah dasar dilihat berdasarkan teori perkembangan kognitif Jean Piaget, teori psikososial Erik Erikson, dan teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg. Pembahasan perkembangan peserta didik dari ketiga teori tersebut dapat memperjelas posisi perkembangan kognitif dan moral siswa, sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan potensi peserta didik dalam pembelajaran serta penekanan pada aspek afeksi siswa di sekolah dasar.
1.      Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget membagi perkembangan kognisi anak-anak dan remaja kedalam empat tahap, yaitu: (1) sensorimotor (sejak lahir sampai usia 2 tahun), (2) pra-operasional (usia 2-7 tahun), (3) operasi konkret (usia 7-11) dan (4) operasi formal (usia 11 tahun ke atas) (Slavin, 2008:45).  Menurut Piaget semua anak melewati tahap-tahap ini dalam urutan ini, dan tidak seorang pun anak dapat melompati satu tahap, walaupun anak-anak yang berbeda melewati tahap-tahap tersebut dengan kecepatan agak berbeda.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, anak pada jenjang usia sekolah dasar berada pada tahap operasi konkret (7-11 tahun). Ciri-ciri umum anak operasi konkret adalah anak berkecendrungan praktis, konkret, dan terikat pada dunia keseharian. Selain itu, anak juga dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah sepanjang mereka melibatkan obyek-obyek dan situasi-situasi yang ia kenal (Nur, 2004:25).
Beberapa karakteristik yang mencirikan tahap perkembangan anak pada operasi konkret ini antara lain (Suparno, 2001:69-86):
a.       anak sudah tidak lagi egosentris, tetapi sudah berfikir desentris. Dia sudah menyadari bahwa orang lain bisa saja memiliki pemikiran yang berbeda dengannya. Oleh sebab itu, perbedaan-perbedaan tersebut bisa diterimanya;
b.      pemikiran anak bersifat  reversibel, artinya anak sudah bisa mengerti sesuatu dari dua arah, atau sudah bisa berfikir terbalik. Hal ini bisa dilakukan anak karena sistem pemikiran yang dimiliki sudah didasari pada aturan-aturan yang logis;
c.       anak sudah bisa mengurutkan (seriasi) dan melakukan klasifikasi objek;
d.      pemikiran anak sudah lebih decentering, artinya anak pada tahap ini dapat melihat suatu objek atau persoalan dari berbagai macam segi atau secara menyeluruh. Akan tetapi sistem operasinya masih didasarkan pada hal-hal yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis;
e.       anak sudah bisa berfikir kausalitas secara lebih mendalam. Pada tahap ini anak suka bertanya mengapa sesuatu itu bisa terjadi.

Berdasarkan karakteristik siswa pada fase operasi konkret di atas dapat disimpulkan bahwa siswa cendrung berfikir praktis, konkret, dan terikat pada dunia keseharian. Ini artinya bahwa pembelajaran untuk siswa di SD harus diarahkan pada konsep-konsep yang bersifat kongkret dan menyangkut dunia keseharian siswa, dan jangan mengajarkan siswa dengan contoh-contoh yang abstrak. Pada fase ini anak baru mulai mengembangkan kemampuan berfikir dan konsep dirinya. Hal ini terlihat dari sistem berfikir anak yang masih bersifat kongkrit dan lemah dalam berfikir abstrak. Guru dalam melakukan pembelajaran hendaknya sekonkret mungkin dan sebanyak mungkin melibatkan pengalaman-pengalaman fisik.
Dalam hal pengembangan afeksi, penanaman nilai-nilai oleh guru kepada siswa dilakukan melalui keteladanan. Siswa membutuhkan contoh keteladanan melalui sikap yang ditujukkan oleh guru/pendidik dan bukan contoh yang berupa kata-kata maupun konsep yang abstrak. Dengan demikian, pembelajaran di SD harus ditekankan pada aspek afeksi tanpa menyampingkan aspek yang lainnya (kognisi maupun psikomotor), yakni melalui pemberian contoh dan teladan yang baik dari guru. Dalam hal ini guru harus dapat menjadi model/teladan bagi siswa. Guru harus berhati-hati dalam bersikap, berbicara, dan berbuat karena akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian peserta didik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Zuriah (2007:203) bahwa salah satu strategi pengintegrasian pendidikan budi pekerti (nilai-nilai moral) pada pembelajaran di SD adalah melalui keteladanan atau contoh yang ditujukkan baik oleh guru, kepala sekolah, maupun staf adminstrasi sekolah.

2.      Teori Perkembangan Psikososial Erikson
Seperti Piaget, Erikson memandang perkembangan sebagai suatu perjalanan melalui suatu urutan tingkatan. Setiap tingkatan memiliki tujuan khusus, perhatian, kecakapan, dan bahaya sendiri-sendiri. Pada setiap tingkatan, menurut Erikson merupakan suatu krisis perkembangan (developmental crisis). Setiap krisis melibatkan suatu konflik antara suatu alternatif positif dan suatu alternatif yang memiliki potensi tidak sehat. Cara bagaimana individu menyelesaikan setiap krisis akan berpengaruh mendalam terhadap gambaran diri (self-image) individu dan pandangan terhadap masyarakat (Woolfolk, 2004:3).
Delapan tingkatan perkembangan psikososial Erikson yang disebut dengan “delapan tingkatan usia manusia” (eight ages of man) antara lain: (1) percaya vs tidak percaya (sejak lahir s.d. 12-18 bulan), (2) otonomi vs malu/ragu-ragu (18 bulan s.d. 3 tahun), (3) inisiatif vs perasaan bersalah (3 s.d. 6 tahun), (4) percaya diri vs rendah diri (6 s.d. 12 tahun), (5) identitas vs bingung terhadap peran (12 s.d. 18/adolesen), (6) akrab vs isolasi (19 s.d. 25 tahun/dewasa awal), (7) mempertahankan keturunan vs stagnasi (25 s.d. 45 tahun/dewasa), dan (8) integrasi ego vs putus asa (45 tahun ke atas/dewasa akhir) (Woolfolk, 2004:4).
Berdasarkan delapan tingkatan yang dibuat oleh Erikson di atas, sesuai dengan rentang usia siswa pada jenjang sekolah dasar, dapat diketahui bahwa perkembangan psikososial anak pada usia sekolah dasar berada pada tingkatan ke (4) yakni percaya diri vs rendah diri (6 s.d. 12 tahun). Dalam hal ini perlu dilihat karakteristik perkembangan psikososial siswa pada tingakat percaya vs rendah diri yang dikemukakan Erikson.
Pada tahun-tahun awal sekolah, siswa sedang mengembangkan apa yang disebut Erikson ”rasa percaya diri” (industry). Mereka mulai melihat hubungan antara ketekunan dan kepuasan yang diperoleh dari menyelesaikan pekerjaan (Woolfolk, 2004:10). Anak-anak yang hidup dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, sekolah dan lingkungan tentu menawarkan suatu tantangan baru yang lebih kompleks dan rentan dengan pengaruh baik dari dalam diri maupun dari lingkungan. Pada fase ini interaksi dengan teman sebaya menjadi sangat penting. Jika anak mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kerja kelompok, dapat membawa siswa ke arah pengembangan rasa mampu (positif). Sebaliknya jika siswa gagal, kesulitan dalam mengatasi tantang ini dapat mendatangkan rasa rendah diri.
Pada fase inilah peserta didik mulai mengembangkan kemampuan berfikir dan konsep dirinya. Apabila pada tahap ini anak gagal membentuk kepercayaan dirinya maka anak tersebut akan memiliki kosep diri negatif atau rendah diri. Pada fese ini sekolah kemudian menjadi faktor pertama dan utama dalam perkembangan, karena anak-anak menghabiskan banyak tahun-tahun penting di sekolah pada saat-saat mereka mengindra diri mereka sendiri dan orang lain yang sedang berkembang.
Agas siswa berhasil dalam pembelajaran pada jenjang sekolah dasar, guru/pendidik hendaknya membekali peserta didik dengan nilai-nilai moral yang akan membentuk karakter siswa menuju sikap positif. Nilai-nilai moral ini harus ditanamkan agar siswa memiliki kepekaan sosial yang tinggi, sehingga lingkungan sosial yang positif juga dapat terbentuk. Hal ini dapat membantu peserta didik membentuk rasa percaya dirinya yang kuat dan karakter yang positif.
Jika mencermati karakteristik anak pada usia sekolah dasar berdasarkan pendapat Erikson di atas, maka pembelajaran di sekolah dasar harus lebih ditekankan pada pengembangan aspek afeksi siswa, sebab penekanan pada aspek afeksi ini akan dapat membentuk kepribadian siswa yang positif dalam lingkungan sosial yang kondusif. Penanaman nilai-nilai seperti kerja sama, kasih sayang, toleransi, tanggung jawab, penghargaan, kedermawanan, dan lain sebagainya dapat membantu siswa melewati fase kritis yakni rasa rendah diri menunju rasa percaya diri. Sebab lingkungan sosial yang terbentuk dapat memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengembangkan sikap positifnya.
3.      Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Kohlberg (1995:80) membagi perkembangan moral dalam tiga tipologi yaitu (1) prakonvesional: ciri-ciri dari fase ini adalah anak berperilaku baik, penurut, dan melihat sesuatu dari akibat fisik, misalnya hukuman, ganjaran atau kebaikan apa yang akan diterima bila melakukan suatu perbuatan tertentu; (2) konvensional atau biasa disebut fase konformis: ciri-ciri fase ini adalah anak sudah mempertahankan peraturan kelompok dan bangsanya, menyesuaikan diri dengan tatanan sosial dan mempertahankannya; (3) post konvensional: pada fase ini anak sudah memiliki dorongan menuju prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, dan memiliki validitas dalam penerapan moral.
Slavin (2008:74) menjelaskan bahwa dalam teori perkembangan moral, Kohlberg percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap. Anak-anak melangkah dari satu tahap ke tahap berikutnya ialah dengan berinteraksi dengan orang lain yang penalarannya berada satu atau paling tinggi dua tahap di atas mereka. Dalam hal ini guru dapat membantu siswa melangkah dalam penalaran moral dengan memasukkan pembahasan keadilan dan masalah-masalah ke dalam pembelajaran, khususnya untuk menanggapi peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kelas atau di dalam masyarakat yang lebih luas.
Berdasarkan tahap-tahap perkembangan moral di atas, dalam membentuk karakter dan moral peserta didik khususnya siswa sekolah dasar, guru/pendidik dituntut untuk mampu menumbuhkan kemampuan sosial yang diperlukan untuk memungkinkan siswa menjadi orang-orang yang otonom dan kompeten secara sosial. Dalam kondisi seperti ini guru harus mampu menjadi figur teladan yang baik bagi peserta didiknya dan mampu memberikan stimulasi agar peserta didiknya terdorong untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma yang ada. Pemberian hukuman atau pujian secara spontan pada setiap perilaku siswa yang kurang baik atau yang baik sangat diperlukan untuk meransang perkembangan moral siswa.
Selain itu, penanaman nilai dan moral dapat dilakukan melalui pendekatan dilema moral. Penanaman nilai dan pembentukan moral harus dimulai dari pembentukan struktur kognitif dan penalaran. Dengan adanya konstruksi pengetahuan dan kemampuan penalaran inilah maka nilai, moral, dan norma akan mempribadi dalam diri peserta didik.

Bedasarkan uraian teori-teori perkembangan yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada jenjang SD harus lebih ditekankan pada pengembangan aspek afeksi siswa, dengan tidak menghilangkan aspek-aspek lainnya, hanya saja proporsinya harus lebih besar pada penekanan aspek afeksi siswa. Pengembangan aspek afeksi ini dilaksanakan melalui pemberian teladan atau contoh lansung dari guru/pendidik (konkret), membentuk lingkungan belajar sosial siswa yang positif, serta menumbuhkan kemampuan sosial untuk memungkinkan siswa menjadi anak yang otonom dan kompeten secara sosial.

D.    Standar Kompetensi Guru
Standar Kompetensi Guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
a.   Kompetensi pedagogik;
b.   Kompetensi kepribadian;
c.   Kompetensi profesional; dan
d.   Kompetensi sosial.

Standar kompetensi guru secara nasional dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik; kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik; kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Dalam UU 14/2005 pada Pasal 8 dan Pasal 9 dinyatakan bahwa “guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi pendidik pada satuan pendidikan dasar dan menengah sekurang-kurangnya strata satu (S1) atau diploma empat (D IV)”.
Dalam Permen 16/2007 pada Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa “setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional”. Kualifikasi guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran pada SD/MI,  SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.

Tabel 2.1
Standar Kompetensi Guru

No
Jenis Kompetensi
Kompetensi Inti Guru
1.       
Kompetensi Pedagodik

Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2.       
Kompetensi Kepribadian

Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3.       
Kompetensi Sosial

Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
4.       
Kompetensi Profesional

Menguasai materi, struktur,  konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
Mengembangkan keprofesionalan secara berke-lanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.


E.     Sertifikasi Guru
UndangUndang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S1) atau diploma empat (DIV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Guru adalah ujung tombak dalam proses pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan serta tinggi rendahnya kualitas suatu pendidikan ditentukan salah satunya oleh guru. Demikian pentingnya peranan seorang guru tentunya membawa pada suatu tanggung jawab untuk menjalankan profesi tersebut dengan suatu sikap profesionalisme yang tinggi. Dan dalam menjalankan profesinya, seorang guru tidak hanya dituntut untuk mampu memberikan pengetahuan kepada anak didiknya, akan tetapi juga harus mampu menanamkan suatu nilai – nilai pendidikan dengan gurusebagai modelnya.
Dalam menjalankan profesinya, seorang guru harus melakukan dua fungsi sekaligus yaitu; fungsinya secara moral yang mana ia diharuskan membimbing anak didiknya tidak hanya dengan kecerdasannya akan tetapi juga dengan rasa cinta, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dan juga menjalankan fungsi kedinasannya yaitu mendidik dan membimbing para anak didiknya agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Upaya dalam menyikapi profesionalisme tenaga pendidik dalam usaha untuk meningkatkan mutu pendidik sekaligus juga mutu peserta didik di negara kita. Salah satunya melalui kebijakan mengenai sertifikasi guru. Pada dasarnya sertifikasi adalah upaya untuk meningkatkan profesi seorang pendidik agar setara dengan profesi – profesi yang sudah ada seperti; dokter, pengacara, psikolog, dan lain sebagainya. Pada hakikatnya profesi adalah suatu pernyataan atau janji seseorang yang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau layanan karena orang tersebut merasa terpanggil menjabat pekerjaan itu. Sedangkan sertifikasi pada hakikatnya adalah pemberian sertifikat kompetensi atau surat keterangan sebagai pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan setelah lulus uji kompetensi.
Apabila dihubungkan dengan profesi guru, maka sertifikasi dapat diartikan sebagai surat bukti kemampuan mengajar dalam mata pelajaran, jenjang dan bentuk pendidikan tertentu.
Sertifikasi berasal dari kata certification yang berarti diploma atau pengakuan secara resmi kompetensi seseorang untuk memangku sesuatu jabatan profesional. Apabila dihubungkan dengan profesi guru, maka sertifikasi dapat diartikan sebagai surat bukti kemampuan mengajar yang menunjukkan bahwa pemegangnya memiliki kompetensi mengajar dalam mata pelajaran, jenjang dan bentuk pendidikan tertentu seperti yang diterangkan dalam sertifikat kompetensi tersebut (P3TK Depdiknas, 2003). Sertifikasi adalah pemberian sertifikat kompetensi atau surat keterangan sebagai pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan setelah lulus uji kompetensi.
Adapun ciri-ciri profesionalisme guru menurut Huole (dalam Suyanto, 2003:11) adalah: (1). Memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (2). Harus berdasarkan atas kompetensi individual bukan atas dasar KKN, (3). Memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (4). Ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (5). Adanya kesadaran profesional yang tinggi, (6). Memiliki prinsip – prinsip etik yang berupa kode etik, (7). Memiliki sanksi profesi, (8). Adanya militansi individual, dan (9). Memiliki organisasi profesi.
Sedangkan menurut Mungin (2003) guru yang profesional antara lain memiliki ciri: (1). Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang, (2). Memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik, (3). Penguasaan pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan (4). Memiliki sikap profesional yang berkembang secara berkesinambungan.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik.  Lebih lanjut UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru tersebut mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. 
Diharapkan agar guru sebagai tenaga profesional dapat berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Tahapan pelaksanaan sertifikasi guru dimulai dengan pembentukan panitia pelaksanaan sertifikasi guru di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pemberian kuota kepada dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, dan penetapan peserta oleh dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota. Agar seluruh instansi yaitu dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, LPMP dan unsur terkait dengan pelaksanaan sertifikasi guru mempunyai pemahaman yang sama tentang kriteria dan proses penetapan peserta sertifikasi guru, maka perlu disusun Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 65 huruf b dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan, sertifikasi bagi guru dalam jabatan untuk memperoleh sertifikat pendidik dilaksanakan melalui pola: (1) uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio, dan (2) pemberian sertifikat pendidik secara langsung.
Penilaian portofolio dilakukan melalui penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian portofolio mencakup: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Pemberian sertifikat pendidik secara langsung dilakukan melalui verifikasi dokumen. Penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik secara langsung kepada peserta sertifikasi guru dilakukan oleh Rayon LPTK Penyelenggara Sertifikasi Guru yang terdiri dari LPTK Induk dan LPTK Mitra dikoordinasikan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).

F.     Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang mencerminkan dugaan-dugaan ilmiah. Hipotesis dikatakan sementara karena kebenarannya masih perlu diuji atau dites kebenarannya dengan data yang diperoleh  melalui penelitian. Berdasarkan masalah yang diangkat dalam penelitian ini maka dapat diajukan hipotesis kerja sebagai berikut.
1.      Kompetensi pedagogik guru SD kelas V yang sudah sertifikasi lebih baik dibandingkan guru SD Kelas V yang belum sertifikasi.
2.      Kompetensi profesional  guru SD kelas V yang sudah sertifikasi lebih baik dibandingkan guru SD Kelas V yang belum sertifikasi.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penggunaan pendekatan kuantitatif di dasarkann pada pertimbangan  bahwa sumber dan jenis data yang akan di amabil bersifat representatif dan proses penelitiannya bersifat deduktif untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis.
Adapun jenis penelitian ini adalah komparasi (comparative). Penelitian komparasi berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan melalui ukuran sampel yang juga berarti menguji kemampuan generalisasi (Sugiono, 2008:9). Penelitian kompoarasi dilakukan setelah perbedaan-perbedaan dalam variabel bebas terjadi karena  perkembangan semua kejadian yang dipersoalkan tersebut berlangsung.

B.     Desain Penelitian
Penelitian ini mefokuskan pada pelaksanaan pembelajaran PKn di SD yang dilakukan guru dari sisi kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Berpijak dari fokus penelitian tersebut, maka desain penelitian ini sebagai berikut.

Tabel 3.1
Desain Penelitian

Guru yang sudah tersertifikasi

Guru yang belum tersertifikasi
X1
dibandingkan
X1
X2

X2

Keterangan:
X1 : kompetensi pedagogik guru
X2 : kompetensi profesional guru



C.    Subjek Penelitian
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan individu yang dijadikan sebjek penelitian yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian dan ditarik kesimpulan. Jenis penelitian yang kuantitatif merupakan penelitian yang sifatnya memberikan gambaran yang sistematis dan akurat mengenai populasi dan sampel pada suatu tempat atau daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan populasi dan sampel dalam penelitian agar penelitian tersebut memberikan gambaran tentang fakta-fakta yang sebanarnya, tanpa memanipulasi kedalam fakta atau informsi lain.
Sesuai batasan di atas dan tujuan penelitian maka populasi dari penelitian ini adalah guru Sekolah Dasar Negeri Kelas V di Kecamatan Selong. Penentuan sampel tersebut dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut.
a.       SD merupakan jenjang pendidikan formal yang pertama yang ada dan merupakan peletak dasar pertama pengetahuan, sikap, maupun keterampilan peserta didik. Jika pada pembelajaran pada jenjang pendidikan SD berhasil maka diasumsikan pendidikan pada jenjang selanjutnya akan menjadi lebih baik. Demikian pula sebaliknya.
b.      Jumlah guru SD di Kecamatan Selong cukup besar yaitu sebanyak 512 guru.
c.       Dilaukan di kelas V, karena kelas V merupakan kelas yang representatif untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran PKn. Saat ini pembelajaran di SD kelas rendah menggunakan model pembelajaran tematik, sehingga sulit untuk melihat pelaksanaan pembelajaran PKn secara spesifik.
d.      Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur merupakan merupakan Kecamatan Kota di Kabupaten Lombok Timur, sehingga kecamatan Selong merupakan kecamatan yang potensial yang cukup diperhitungkan di kabupaten Lombok Timur dan letaknya berada di Ibu Kota Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan pengambilan populasi dengan scope kecamatan didasarkan pada pertimbangan teknis penelitian, baik disebabkan minimnya waktu maupun dana penelitian. Namun demikian hasil penelitian nantinya dapat merupakan representasi dari pelaksanaan pembelajaran PKn di SD yakni oleh guru yang belum sertifikasi dan sudah sertifikasi.

2.      Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi, oleh karena itu dalam setiap penelitian yang menggunakan sampel penelitian, maka sampel diambil harus mencerminkan populasi. Bila populasi besar, peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada dalam populasi, maka peneliti dapat menentukan sampel yang diambil dari populasi  tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria pengambilan sampel seperti dikemukakan oleh Arikunto (2006:200) menyatakan apabila subjek besar (lebih dari 100) maka diambil 10-15% atau 20-25% lebih baik.
Teknk sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik area proporsional random sampling. Kelurahan yang yang terpilih menjadi sampel adalah Kelurahan Selong, Kelurahan Pancor, Kelurahan Sandubaya, Kelurahan Rakam, Kelurahan Denggen, Kelurahan Kembang Sari, dan Kelurahan Sekarteja, dengan jumlah sampel pada masing-masing daerah (kelurahan) sebagaiman Tabel 3.2 berikut

Tabel 3.2
Jumlah Responden Guru SD Kelas V
Pada Tiap-tiap  Kelurahan di Kecamatan Selong Lombok Timur

No
Nama Kelurahan
Jumlah Guru
Jumlah Responden Tiap Kelurahan
1.       
Selong
8
2
2.       
Pancor
6
1
3.       
Sandubaya
3
1
4.       
Rakam
3
1
5.       
Denggen
4
1
6.       
Kembang Sari
3
1
7.       
Sekarteja
3
1
Jumlah

8



Dari jumlah populasi tersebut, maka besar sampel yang diambil sebasar 8 guru (4 guru sudah bersertifikasi dan 4 guru belum bersertifikasi). Jumlah tersebut dianggap sudah cukup, dalam arti penelitian sudah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

D.    Definisi Operasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini menyangkut dua hal yakni, kompetensi pedagogik guru dan kompetensi profesional guru.
1.      Kompetensi
Menurut Mulyasa (2008:25) kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oeh guru dalam melakukan tugas keprofesionalan. Dengan demikian kompetensi adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum), tututan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kompetensi tersebut terintegrasi dalam diri dan pribadi guru.
2.      Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi kemampuan guru dalam (a) merancang pembelajaran, (b) pelaksanaan pembelajaran, (c) pemahaman terhadap peserta didik, (d) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (e) pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dan (f) pengembangan peserta didik.
3.      Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran oleh guru secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, yang meliputi (a) kemampuan mengerti dan menerakan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, (b) (b) kemampuan menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, (c) kemampuan mengerti dan menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, (d) kemampuan mengembangkan dan menggunakan alat, media dan sumber belajar yang relevan, (d) kemampuan mengorganisasikan dan melaksanakann program pembelajaran, dan (e) kemampuan menumbuhkan keperibadian peserta didik.
E.     Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan rumusan masalah dan sumber data, maka teknik ppengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan dokumentasi.  Penggunaan teknik-teknik tersebut didasarkan pada jenis  data yang diambil.
1.      Teknik Observasi
Penelitian ini menggunakan teknik observasi non partisipatif. Observasi non partisipatif merupakan salah satu bentuk observasi dimana peneliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan subjek penelitian tetapi hanya duduk dan mengamati apa yang dilakukan dan terjadi pada latar yang diobservasi (Fraenkel dan Wallen, 2003:451). Kegiatan observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran dilakukan oleh subjek penelitian di kelas. Penggunaan teknik observasi dalam penelitian inii bertujuan untuk menjaring informasi berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru SD kelas V yang menjadi subjek penelitian.
2.      Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah suatu  teknik pengumpulan data melalui catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiono, 2006:270). Catatan peristiwa, gambar, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan bentuk lainnya (Arikunto, 1998:236). Adapun dokumen dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan lembar evaluasiyang dibuat oleh subjek penelitian yang akan digunakan dalam pembelajaan yang dilakukan. Jadi, RPP dan lembar evaluasi yang akan dianalisis di sini adalah beberapa RPP dan lembar evaluasi yang dibuat oleh guru SD kelas V yang menjadi subjek penelitian.

F.     Teknik Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakann adalah indevendent sample t-test. Untuk memudahkan perhitungan kedua uji persyaratan tersebut peneliti menggunakan program  SPSS 17 for Windows. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian adalah untuk menguji perbedaan mengenai pembelajaran PKn di SD antara guru yang belum sertifikasi dan guru sudah sertifikasi.
Sebelum analisis dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan melalui uji normalitas dan homogenitas varian. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis uji t-test dan uji-t yang digunakan adalah independent sample t-test dengan taraf signifikansi = 0,05 dengan rumus sebagai berikut.

(Ferguson, 1981:178)

Keterangan:
t           : nilai t-hitung
        : rata-rata kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
        : rata-rata kelompok 2 (kelompok guru belum tersertifikasi)
        : varian dari kedua kelompok
        : jumlah sampel kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
        : jumlah sampel kelompok 2 (kelompok guru belum tersertifikasi)
                                                                                               

Sebelum menghitung nilai t-test, peneliti harus mengetahui besar nilai varian dari kedua kelompok dengan rumus sebagai berikut.

(Ferguson, 1981:178)

Keterangan:
        : varian dari kedua kelompok
        : jumlah sampel kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
        : jumlah sampel kelompok 2 (kelompok guru belum tersertifikasi)
        : rata-rata kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
        : rata-rata kelompok 2 (kelompok guru belum tersertifikasi)


Kriteria Pengujian
Jika t-hitung lebih kecil atau sama dengan t-tabel, maka H0 ditolak, dan H­a diterima. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% dengan df (degree of freedom) = N-k. untuk indivendent sample t-test df=N-2.


G.    Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No
Kegiatan
Bulan/Minggu
I
II
1
2
3
4
1
2
3
4
1.       
Menyusun proposal








2.       
Menyusun instrumen penelitian








3.       
Validasi dan finalisasi instrumen penelitian








4.       
Pengambilan data penelitian








5.       
Analisis data penelitian








6.       
Penyusunan draft laporan








7.       
Finalisasi laporan








8.       
Penggandaan









H.    Biaya Penelitian
No
Nama Bahan
Volume
Satuan
Biaya Satuan
Biaya
Perjalanan lokal
1
paket
300.000
300.000
Penyusunan proposal
1
paket
100,000
100,000
Penyusunan instrumen penelitian
1
paket
100,000
100,000
Pengambilan data dan analisis data penelitian
1
paket
150,000
150,000
Kertas HVS A-4 80 gram
2
rim
30,000
60,000
Dokumentasi
1
paket
140,000
140,000
Penggandaan dan Penjilidan
3
paket
50,000
150,000
Jumlah Biaya
1,000,000



DAFTAR PUSTAKA

Alwi. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Pelajar
Arend. 2008. Belajar untuk Mengajar. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Indeks
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Baedhowi. 2007. “Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI”. Buletin BSNP Vol. VI/No.3/September 2011. BSNP: Jakarta.
Bafadol, Ibrahim. 2006. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
BSNP. 2010. Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2010. Jakarta: Depdiknas.
Deporter, Bobi. 2000. Quantum Learning. Jakarta: Indeks
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: Rosdakarya.
Djahiri, Kosasih. 2006. “Esensi Pendidikan Nilai Moral dan PKn di Era Globalisasi”. Dasim Budimansyah dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. 3-13. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.
Kohlberg, Lawrence. 1995. Tahap-tahap perkembangan Moral. Edisi Bahasa Indonesia. John de Santo dan Agus Cremers (Penerjemah). Kanisius:Yogyakarta.
Krathwohl, David R.; Bloom, Benjamin S.; and Masia, Bertram B. 1973. Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational Goals, Handbook II: Affective Domain. London: Longman Group LTD.
Nasution S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Nur, Mohamad. 2004. Teori-teori Perkembangan Kognitif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Universitas Negeri Surabaya
Permen Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permen Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Permen Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Piaget, Jean and Inhelder Barbel. 2010. The Psychology of the Child. Edisi Bahasa Indonesia. Eka Adinugraha (Penyuting) dan Miftahul Jannah (Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pidarta, Made. 2007. Wawasan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press.
Popham, James dan Baker, Eva. 2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Rochman. 2011. Pengelolaan Pengajaran Rineka Cipta: Jakarta
Sari, Tita Tanjung. 2012. Pelasanaan Pembelajaran IPS Kelas V di Kabupaten Sidoarjo.Tesis Magister Pendidikan, Tidak Dipublikasikan.
Slavin, Robert E. 2008. Educational Psyicology: Theory and Practice. Edisi Bahasa Indonesia, Marianto Samosir (Penerjemah). Jakarta: Indeks.
Sofyana. 2002. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Insan Cendekia: Surabaya.
Sumardi, L. 2008. “Analisis Pelaksanaan Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar Kelas Rendah (Studi Kasus di Kota Mataram)”. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.
Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanesius.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Usman, Uzer. 2006. Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Remaja Rosdakarya
Wahab, Aziz . 2004. Materi Pokok Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Modul 1-6. Jakarta: Universitas Terbuka.
Woolfolk, Anita E. 2004. Educational Psychology, Sixth Edition. Edisi Bahasa Indinesia. Disadur Oleh Masitah dan Mohamad Nur. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.


Lampiran I: Biodata Peneliti

Identitas



Nama Lengkap
:
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
NIP
:
19831020 201012 1 003
Bidang Keahlian
:
Pendidikan Dasar
Jabatan Struktural
:
-
Jabatan Fungsional
:
Tenaga Pengajar
Unit Kerja
:
Prodi PGSD FISIB Universitas Trunojooyo Madura
Alamat Surat
:
Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan
Telepon/Fax
:
0331-3011146 / 031-3011506
Alamat Rumah
:
Perum Griya Abadi AG 28 Bangkalan
Telepon / Email
:
081 917 799 588 / muji_utm@yahoo.com

Pendidikan



Perguruan Tinggi
Gelar
Tahun Tamat
Bidang Studi
Universitas Mataram, Mataram
S.Pd.
2005
PPKn
Universitas Negeri Surabaya, Surabaya
M.Pd.
2010
Pendidikan Dasar

Pengalaman Penelitian
No
Judul / Topik
Sponsor / Penyandang Dana
Tahun
1.
Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Daya Serap Mahasiswa pada Matakuliah Teori Belajar dan Pembelajaran di Prodi PGSD Universitas Trunojooyo Madura.
Mandiri
2011
2.
Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren (Studi Kasus di SD Al-Mujtamak Pamekasan)
Mandiri
2012

Daftar Publikasi
No
Penulis
Judul
Nama Berkala
Volume
Status
1.
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
Pengembangan Instrumen Evaluasi Afeksi pada Mata Pelajaran PKn di Sekolah Dasar
Jurnal Inovasi Universi-tas Negeri Sutabaya
Vol.ume 08/No.02/Oktober 2011
ISSN 1829-6785




Pengalaman Pengabdian/ Pelatihan/ Penyuluhan/ Pemateri
No
Judul / Topik
Lokasi
Tahun
1.       
Pemateri Kegiatan Seminar Pendidikan Guru SD/MI, KKN Universitas Trunojoyo Madura
Desa Rombuh, Kecamatan Palengaan, Pamekasan
2011
2.       
Pemateri Kegiatan Seminar Pendidikan Guru SD/MI, KKN Universitas Trunojoyo Madura
Desa Artodung, Kecamatan Palengaan, Pamekasan
2011
3.       
Pengisi acara di Radio Republik Indonesia Suarabaya dalam siaran Pedesaan
Surabaya
2011
4.       
Pengisi acara di Radio Pendidikan Suarabaya dalam siaran Halo Pendidikan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Surabaya
2012
5.       
Diklat PEKERTI
Universitas Trunojoyo Madura
2012
6.       
Diklat Pendidikan Karakter dalam PKn di Perguruan Tinggi
Hotel Griyawisata Jakarta
2012

Mata Kuliah yang Diampu
No
Nama Mata Kuliah
SKS
1.
Teori Belajar dan Pembelajaran di SD
2
2.
Strategi Pembelajaran
3
3.
Pengantar Ilmu Pendidikan
2
4.
Media Pembelajaran
2
5.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
3
6.
Pengantar Ilmu Pendidikan
2




Bangkalan, 8 Oktober 2012
Hormat Saya,



Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
NIP. 19831020 201012 1 003

No comments:

Post a Comment