Bidang
Ilmu: Pendidikan
USUL PENELITIAN
ANALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
PENDIDKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) KELAS V SD
DI KECAMATAN SELONG KABUPATEN LOMBOK TIMUR
(Studi Komparasi Antara Guru yang Belum
Sertifikasi dengan
Guru Sudah Sertifikasi)
PENGUSUL:
Mujtahidin,
S.Pd., M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Identitas
|
|
|
|
||
Judul Penelitian
|
:
|
ANALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDKAN
KEWARGANEGARAAN (PKn) KELAS V SD DI KECAMATAN SELONG KABUPATEN LOMBOK TIMUR
(Studi Komparasi Antara Guru yang Belum
Sertifikasi dengan Guru Sudah
Sertifikasi)
|
|||
Bidang Penelitian
|
:
|
Pendidikan
|
|||
a.
Nama Lengkap
|
:
|
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
|
|||
b.
NIP
|
:
|
19831020 201012 1 003
|
|||
c.
Bidang Keahlian
|
:
|
Pendidikan Dasar
|
|||
d.
Jabatan Struktural
|
:
|
-
|
|||
e.
Jabatan Fungsional
|
:
|
Tenaga Pengajar
|
|||
f.
Lokasi Penelitian
|
:
|
Selong – Lombok Timur
|
|||
g.
Unit Kerja
|
:
|
Prodi PGSD FISIB Universitas Trunojooyo
Madura
|
|||
h.
Alamat Surat
|
:
|
Jl. Raya Telang PO BOX 2
Kamal Bangkalan
|
|||
i.
Telepon/Fax
|
:
|
0331-3011146 /
031-3011506
|
|||
j.
Alamat Rumah
|
:
|
Perum Griya Abadi AG 28
Bangkalan
|
|||
k.
Telepon / Email
|
:
|
081 917 799 588 / muji_utm@yahoo.com
|
|||
Biaya
yang Diusulkan
|
:
|
Rp. 1.000.000
|
|||
Bangkalan, 8 Oktober 2012
Mengetahui,
Kaprodi PGSD Peneliti,
Drs. Harun Al Rasyid, M.Si. Mujtahidin,
S.Pd. M.Pd.
NIP. 19520922197903 1002 NIP.
198310202010121003
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul......................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan.............................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................................................ 6
C.
Tujuan Penelitian.......................................................................................................... 6
D.
Manfaat Penelitian........................................................................................................ 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Pelaksanaan Pembelajaran di
dalam Kelas.................................................................... 8
B.
Hakikat Mata Pelajaran PKn....................................................................................... 11
C.
Karakteristik Pembelajaran
Siswa di Sekolah Dasar.............. ...................................... 14
D.
Standar Kompetensi Guru............................................................................................ 19
E.
Sertifikasi Guru............................................................................................................ 21
F.
Hipotesis Penelitian..................................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis Penelitian.................................................................................. 25
B.
Desain Penelitian........................................................................................................ 25
C.
Subjek Penelitian........................................................................................................ 26
D.
Devinisi Operasional Variabel...................................................................................... 28
E.
Teknik Pengumpulan Data........................................................................................... 29
F.
Teknik Analisis Data................................................................................................... 29
G.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian...................................................................................... 31
H.
Biaya Penelitian............................................................................................................ 31
Daftar Pustaka....................................................................................................................... 32
Lampiran............................................................................................................................... 34
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan kunci kemajuan suatu bangsa, bangsa yang mempunyai kualitas
pendidikan yang baik, sejalan dengan perubahan zaman akan menjadikan negara
tersebut menjadi negara yang maju. Kualitas pendidikan suatu negara menjadikan
negara tersebut dipandang oleh dunia internasional sebagai negara besar atau
kecil, karena kualitas mutu pendidikan yang baik akan menghasilkan sumberdaya
manusia yang baik, yang nantinya akan berpengaruh terhadap kemajuan negara
tersebut begitu juga sebaliknya, mutu kualitas pendidkan yang buruk akan
menjadikan negara tersebut jatuh ke dalam keterpurukan.
Tujuan pendidikan
nasional sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (UU Sisdiknas)
adalah untuk
mengembangkan potensi-potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung-jawab (Depdiknas,
2007:5). Untuk mencapai
tujuan di atas, pemerintah telah menjabarkan tujuan pendidikan nasional dalam
bentuk kurikulum nasional, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang
pendidikan tinggi. Kurikulum tersebut dijabarkan dalam beberapa mata pelajaran
yang dibelajarkan kepada peserta didik sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional sebagaimana yang telah ditetapkan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dijelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mulai di
ajarkan dari kelas 1 sampai kelas 6 SD. Mata
pelajaran PKn memimiliki kedudukan yang sama dengan mata pelajaran lainnya
dalam lingkup program pendidikan. Dengan demikian PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan pada semua jenjang
pendidikan yang ada sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Hal ini terlihat jelas dalam Penjelasan UU Sisdiknas yang menyatakan
bahwa ”PKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air” (Depdiknas,
2007:50).
Tujuan dibelajarkannya PKn adalah untuk membentuk
peserta didik yang mampu mengenal jati dirinya sebagai bangsa Indonesia,
berakhlak mulia, cerdas, demokratis, jujur, terampil, berani, dan
bertanggung-jawab, melalui penanaman dan pembudayaan nilai yang bersumber dari
nilai luhur bangsa Indonesia. Hal ini berarti tujuan dibelajarkannya PKn sangat
kompleks sekali, sebab PKn bukan hanya diarahkan untuk mengembangkan
pengetahuan kewarganegaraan siswa, melainkan juga diarahkan untuk membentuk
moral dan kepribadian generasi bangsa.
PKn tidak hanya bertujuan
untuk membentuk peserta didik yang cerdas secara intelektual, tetapi juga
cerdas secara mental, spiritual, dan sosial. Bahkan yang paling penting
untuk dikembangkan
adalah pembentukan kecerdasan spiritual, emosional, dan sosial peserta didik.
Inilah yang justru menjadi tujuan utama PKn
dibelajarkan. Dengan kata lain pembelajaran PKn harus lebih difokuskan pada
penanaman nilai-nilai dan moral peserta didik untuk membentuk karakter dan
kepribadian mereka. Oleh sebab itu, muatan kurikulum PKn berisi nilai-nilai
moral yang harus ditanamkan dalam diri peserta didik pada setiap jenjang
pendidikan yang ada.
Tujuan
akhir yang ingin dicapai dari serangkaian penanaman nilai-nilai moral dalam PKn
adalah untuk Namun demikian, selama ini ada kecendrungan bahwa mata pelajaran
PKn dipandang sebelah mata dan kurang diseriusi oleh peserta didik pada
umumnya. Apalagi pada saat mata pelajarn terakhir. Bahkan terkadang muncul pula
anggapan bahwa mata pelajaran PKn di anggap “dongeng sebelum tidur” oleh
kebanyakan peserta didik.
Membangkitkan
keaktifan peserta didik didakla mudah, diperlukan partisipasi aktif dari semua
pihak. Dalam konteks ini, pendidik dituntut untuk dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan kewarganegaraan. Tujuan pembelajaran PKn harus diarahkan untuk
mencetak manusia Indonesia menjadi warganegara yang baik (good citizenship)
dan memahami hak dan kewajibannya sebagai warganegara. Jika tujuan ini dapat
terwujud maka bangsa yang bermoral akan terbentuk, sebaliknya jika gagal maka
akan terjadi degredasi moral generasi bangsa.
Kualitas
pembeajaran di dalam kelas salah satunya sangat dipengaruhi oleh rancangan
pembelajaran yang dibuat guru, dan dalam pembelajaran sangat dibutuhkan
kreativitas dan profesionalisme guru yang tinggi.
Namun
demikian sebagaimana yang di kemukakan oleh Purwundarti (dalam Sari, 2012:3) bahwa tidak semua guru SD
mempunyai perencanaan pembelajaran (RPP) sebelum mengajar. Guru yang mempunyai
perencanaan pembalajaran hanya berkisar kurang lebih 46,3%. Itupun tidak
sepenuhnya dibuat secara mandiri oleh guru sebelum mengajar, ada yang buatan
KKG (Kelompok Kerja Guru) dan ada yang dibuatkan oleh orang lain. Biasanya
perencanaan pembelajaran yang dibuat mandiri oleh guru sebelum mengajar,
pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas akan sesuai dengan perencanaan
yang dibuat sebelumnya dengan artian bahwa tidak sering melakukan penyimpangan
dari rencana yang ada.
Permasalahan
lainnya adalah guru lebih dominan dalam proses pembelajaran dibandingkan dengan
sumber-sumber ajar lain. Proses pembelajaran diawali dengan mepelajari
berbagai sumber yang ada kaitannya
dengan dengan pokok bahasan dalam kurikulum dan isinya dapat disajikan keppada
murid oleh guru. Dalam pola interaksional guru aktif menyampaikan isi kurikulum
dan murid menerima segala sesuatu yang disampaikan. Untuk menyampaikan isi
pembelajaran, guru memanfaatkan sumber belajar utama yaitu buku teks yang
dibantu dengan sumber belajar lain, kecendrungan kegiatan pembelajaran di ruang
kelas dengan metode ceramah, tanya jawab, pemberian tugas dominan dimanfaat
dibandingkan dengan merode lain.
Kegiatan
yang dominan dalam pembelajaran PKn saat ini adalah penjelasan dari guru yang
umumnya hanya pada pemberian pengetahuan saja. Hal ini diasumsikan sebagai
akibat mengapa nilai PKn lebih rendah dari pada nilai SD yang lainnya seperti
Matematika atau IPA.
Salah
satu komponen yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan adalah guru. Di
Indonesia, guru adalah sosok panutan, sosok yang dapat digugu dan ditiru. Sosok
yang dapat dapat dipercaya dan diteladani. Pada pundak guru dipercayakan amanat
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
Guru
adalah pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah (UU Guru dan Dosen, 2005:2).
Secara normatif, guru adalah mereka yang bekerja di sekolah atau madrasah,
mengajar, membimbing, melatih para siswa agar mereka memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, juga
dapat menjalani kehidupannya dengan baik (Rochman,
2011: 26). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru adalah tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik dalam rangka memperbaiki anak bangsa lewat proses
pendidikan.
Salah
satu upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru
adalah melalui program sertifikasi guru. Adanya program sertifikasi guru sangat
membantu upaya peningkattan kualitas pembelajaran di sekolah dasar, khususnya
pada mata pelajaran PKn. Hal ini senada dengan pendapat Mulyasa (2005:3) yang menyatakan bahwa pembangunan bidang pendidikan
berkonstribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusa. Terdapat tiga
syarat utama yang harus diperhatikan yaitu, (1) sarana gedung, (2) buku yang
memadai dan berkualittas, serta (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional.
Terdapat
empat kompetensi yang harus dikuasai oleh guru yaitu, kompertensi pedagogik,
kompetensi keperibadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Dalam
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU
Guru dan Dosen, 2005:6) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik; kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik; kompetensi profesional
adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Terdapat
dua kompetensi yang harus dimiliki guru yang berkaitan erat dengan pelaksanaaan
pembelajaran, yakni kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Kemampuan
pedagogik merupakan kemampuan guru dalam (1) merancang pembelajaran, (2) pelaksanaan
pembelajaran, (3) pemahaman terhadap peserta didik, (4) pemanfaatan teknologi
pembelajaran, (5) pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dan (6) pengembangan
peserta didik. Sedangkan kompetensi profesional merupakan kemampuan mengenai penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam, yang memungkinkan membimbing peserta
didik mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta
didik, yang meliputi (1) kemampuan mengerti dan menerakan teori belajar sesuai
taraf perkembangan peserta didik, (2) mampu menangani dan mengembangkan bidang
studi yang menjadi tanggung jawabnya, (3) kemampuan mengerti dan menerapkan
metode pembelajaran yang bervariasi, (4) kemampuan mengembangkan dan
menggunakan alat, media dan sumber belajar yang relevan, (5) kemampuan
mengorganisasikan dan melaksanakann program pembelajaran, (6) dan kemampuan
menumbuhkan keperibadian peserta didik.
Kedua
kompetensi tersebut karena berhubungan langsung dengann proses pelaksanaan
pembelajaran di kelas. Tentu saja kebijakan sertifikasi guru yang telah
dilaksanakan pemerintah dapat memberikan dampak positif terhadap pola
pengajaran dan motivasi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
Dikatakan
guru sangat menentukan kualitas output dan outcome yang
dihasilkan sekolah, karena dialah yang merencanakan pembelajaran, menjalankan
perencanaan pembelajaran yang telah dibuat, serta menilai pembelajaran yang
telah dibuat. Dengan demikian apabila guru melakukan fungsi dan tugasnya dengan
baik, maka dapat dipastikan hasil output siswa pasti akan baik,
sebaliknya jika guru tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik
maka output yang dihasilkannya pun juga akan kurang berkualitas.
Berdasarkan
data yang dapat dihimpun pada UPTD Pendidikan Kecamatan Selong Lombok Timur,
sekitar dua ratus lebih dari sembilan ratus guru di kecamatan Selong belum
memperleh sertifikat guru profesional (belum disertifikasi). Artinya sekitar
25% saja guru di kecamatan Selong yang berpredikat profesional dan masih 75%
guru sejak program ini dijalankan tahun 2006 lalu belum tersertifikasi.
Namun
demikian ternyata adanya program sertifikasi guru di kecamatan Selong sejak
2006 lalu ternyata belum selaras dengan kinerja guru. Masih ada saja guru yang kinerjanya terkesan
tidak profesional meski sudah mendapatkan sertifikat guru profesional.
Berdasarkan
uraian di atas, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian dan analisis tentang
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar, khususnya pada mata pelajaran PKn
antara guru yang belum sertifikasi dengan guru yang sudah sertifikasi. Dalam
hal ini difokuskan pada kompetensi pedagogik dan profesionalisme guru, karena
kedua kompetensi tersebut berkaitan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran di dalam kelas.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Adakah
perbedaan kompetensi pedagogik guru SD kelas V dalam pembelajaran PKn antara
guru yang belum sertifikasi dan guru sudah sertifikasi?
2. Adakah
perbedaan kompetensi profesional guru SD
kelas V dalam pembelajaran PKn antara guru yang belum sertifikasi dan guru
sudah sertifikasi?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1. Mengetahui
perbedaan kompetensi pedagogik guru SD kelas V dalam pembelajaran PKn antara
guru yang belum sertifikasi dan guru sudah sertifikasi.
2. Mengetahui
perbedaan kompetensi profesional guru SD
kelas V dalam pembelajaran PKn antara guru yang belum sertifikasi dan guru
sudah sertifikasi.
D. Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif terhadap upaya perbaikan kualitas pembelajaran di sekolah
dasar khususnya pembelajaran mata pelajaran PKn. Manfaat penelitian ini
meliputi manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis.
1.
Manfaat
Teoretis
Secara teoretis,
hasil penelitian ini akan menambah khazanah ilmu pengetahuan khusunya di bidang
Ilmu Pendidikan yang dengan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan penelitian lebih mendalam dan lebih komprehensif tentang
pelaksanaan pembelajaran di SD, khususnya untuk pembelajaran PKn.
2.
Manfaat
Praktis
Secara praktis,
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi berbagai pihak
antara lain:
a. bagi guru, yakni sebagai koreksi dan evaluasi dala rangka
memperbaiki dan meningkatkan hasil pembelajaran yang lebih baik, pelaksanaan
pembelajaran di dalam kelas yang sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah
disusun, tujuan pembelajaran, materi ajar, evaluasi, dan perkembangan peserta
didik;
b. bagi sekolah dan Dinas Pendidikan, yakni sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk mencari jalan keluar dalam
mengatasi masalah belajar siswa di sekolah dan dalam usaha mencapai mutu
pendidikan yang lebih baik utamanya untuk meningkatkan minat serta hasil
belajar siswa dalam pembelajaran PKn;
c. bagi peneliti, yakni dapat memperoleh gambaran yang jelas
tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran PKn di SD kelas V sekaligus dapat
mengetahui perbedaan proses pembelajaran PKn antara guru yang sudah
tersertifikasi dengan guru yang belum tersertifikasi;
d. bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi refrensi
penelitian selanjutnya khususnya berkenaan dengan komitmen pembelajaran PKn di
tingkat SD dan hubungannya dengan adanya program sertifikasi guru.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Pelaksanaan
Pembelajaran di dalam Kelas
Pembelajaran
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peran utama (Usman, 2006:4). Artinya
apabila proses pembelajaran yang dilakukan guru baik, maka hasilnya akan
berkualitas, sebaliknya jika pembelajaran yang dilakukan tidak baik, maka
hasilnya pun tidak bermutu. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan output yang
berkualitas, guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang efektif dan
bermakna bagi siswa.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi,1990:219),
kata “efektif” berarti “manjur, mujarab, ada pengaruhnya, dan berhasil guna”.
Jadi, pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat memberikan
pengaruh atau berhasil guna terhadap peserta didik. Pengaruh atau hasil guna
tersebut bisa menyangkut aspek kognitif berupa peningkatan pengetahuan, afektif
berupa perubahan sikap dan psikomotorik berupa perubahan tingkahlaku. Pengaruh/hasil
guna yang dihasilkan tergantung pada tujuan pembelajaran yang sudah
direncanakan dalam rencana pembelajaran.
Sedangkan
“bermakna” artinya “berarti atau mempunyai arti penting”. Jadi, pembelajaran
bermakna merupakan pembelajaran yang berarti atau memiliki arti penting bagi
siswa untuk menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
seperti ini akan tercipta apabila dilakukan
secara terorganisir, disampaikan dengan jelas, terjadinya asimilasi dan
akomodasi pengetahuan pada siswa, dan siswa yakin bahwa mereka benar-benar
memahami konsep yang sudah dipelajari dan dapat menerapkannya dalam situasi
baru (Nur dkk, 2004:49).
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang efektif lebih
berkonotasi pencapaian/penguasaan siswa terhadap materi ajar sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan. Ini terlihat dari penjelasan yang
dikemukakan Arend (2001:18) “effective teaching requires careful and
reflective thought about what teacher is doing and the effects of his or her
action on students social and academic learning”. Sedangkan pembelajaran
yang bermakna berkonotasi kemampuan siswa untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan nyata sebagai hasil pembelajaran. Ini
terlihat pada pendapat Anderson & Krathwohl
(2001:65) yang mengatakan “meaningful learning provides students with the knowledge and cognitive
processing they need for successful problem solving”.
Dengan
demikian dapat dikatakan, pembelajaran yang efektif merupakan prasyarat
terjadinya pembelajaran yang bermakna. Ini artinya, apabila pembelajaran yang
dilakukan guru tidak efektif, maka sudah pasti pembelajaran tersebut tidak akan
memberikan arti penting terhadap perubahan personalitas peserta didik.
Untuk
menciptakan pembelajaran yang efektif dan bermakna tidaklah mudah dan
membutuhkan keterampilan khusus. Menurut Baker dan
Popham (2005:145) dan Nur (2002:1), pembelajaran
yang efektif dan bermakna sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan
strategi dan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Disamping
itu, pembelajaran juga harus dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
memberikan rasa aman bagi peserta didik serta anak mengalami langsung apa yang
dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera (Diknas,
2007:4). Sejalan dengan pendapat di atas, Arend
(2004:52-53) mengatakan pembelajaran yang efektif dan bermakna baru akan
terjadi apabila guru menguasai dan menggunakan strategi-strategi pembelajaran
yang tepat, pariatif dan melalui penciptaan lingkungan belajar yang nyaman dan
kondusif sehingga siswa dapat belajar mandiri dan mengatur sendiri belajarnya.
Pemilihan
dan penggunaan strategi dan metode yang tepat pada setiap pembelajaran hanya
bisa dilakukan oleh guru yang memiliki kapasitas dan tanggung jawab yang besar
terhadap tugasnya. Karena guru seperti itulah mempunyai rasa peduli dan selalu
bersikap kritis terhadap setiap pembelajaran yang dilakukan, menganalisis dan menemukan
permasalahan-permasalahan yang terjadi, dan menemukan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Dengan demikian kelemahan-kelemahan pada pembelajaran
sebelumnya dapat diperbaiki sehingga pembelajaran berikutnya akan lebih baik
dan berkualitas.
Sedangkan
penciptaan lingkungan yang nyaman menurut Deporter
(2000:23) dapat dilakukan dengan cara menciptakan kesenangan dalam
belajar, menjalin hubungan yang baik dan terbuka, dan menyingkirkan segala
ancaman dari suasana belajar. Karena apabila siswa merasa terancam atau
tertekan, maka kapasitas saraf otak untuk berfikir rasional akan mengecil
(MacLean, LeDouk, dan Goleman dalam Deporter, 2000:22).
Oleh sebab itu, guru harus mengupayakan hubungan yang harmonis dengan siswa,
karena dengan hubungan yang harmonislah siswa akan merasa bebas, aman, dan
nyaman untuk belajar di sekolah. Sebaliknya bila hubungan antara guru dan siswa
tidak harmonis, strategi pembelajaran yang bagaimanapun baiknya akan memberikan
hasil yang jauh dari harapan (Moedjiarti, 2002:68).
Selain
itu, menurut Nasution (2005:77) pembelajaran
akan efektif dan bermakna apabila dipersiapkan dengan cermat dan bagus, dengan
cara penentuan tujuan yang spesifik dan jelas, bahan atau materi yang tepat dan
terorganisir, metode yang tepat, dan mengatur proses pembelajaran secara
sistematis. Dalam mempersiapkan pembelajaran, guru harus memiliki pengetahuan
yang memadai tentang perkembangan pisikologi anak, karakteristik matapelajaran,
materi pembelajaran, dan berbagai strategi dan metode pembelajaran, karena
inilah yang menjadi salah satu dasar untuk menentukan bagaimana pembelajarana
dilakukan dan kemana siswa akan diarahkan.
Dari
beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh guru dalam menciptakan pembelajaran yang
efektif dan bermakna, yaitu;
1. merumuskan
tujuan pembelajaran yang spesifik dan jelas,
2.
pemilihan
strategi dan metode yang sesuai dengan materi ajar,
3. mempersiapkan
materi ajar dengan baik dan terorganisir,
4. melakukan
proses pembelajaran dengan sistematis,
5. menyediakan
lingkungan yang nyaman dan kondusif, dan
6. memahami
perkembangan peserta didik.
Kesemua
unsur tersebut di atas dapat dilihat pada rencana pembelajaran yang dibuat dan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Ini berati,
apabila rencana pembelajaran yang disiapkan oleh guru baik, maka proses
pembelajaran di kelas akan baik dan optimal. Begitu juga sebaliknya, apabila
persiapan yang dilakukan guru tidak baik, apalagi tidak membuat perencanaan
pembelajaran, maka proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas tidak akan
baik dan optimal. Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dilakukan, guru
harus mempersiapkan pembelajaran dengan baik dan seksama dalam rencana program
pembelajaran yang dibuatnya.
Khusus menyangkut mata pelajaran PKn,
terutama yang berkaitan dengan nilai dan moral, guru harus memperhatikan
tahapan yang harus dilakukan dalam pembelajaran, terlebih lagi apabila
pembelajaran tersebut dilakukan di SD. Tahapan-tahapan pembelajaran nilai dan
moral menurut Harmin dkk (dalam Adisusilo: 2000:87) adalah:
1. fakta,
2. konsep,
dan
3. nilai.
Jadi,
dalam membelajarkan PKn harus mulai dari kondisi ril atau fakta kasus yang
terjadi dalam masyarakat, setelah itu baru guru mengkonstruksi konsep dari
fakta yang ada, dan selanjutnya menarik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
B. Hakikat
Mata Pelajaran PKn
Mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan PKn
dibelajrakan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan (Depdiknas, 2006a:271):
a. berpikir secara kritis,
rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
b. berpartisipasi secara
aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi;
c. berkembang secara
positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
d. berinteraksi dengan
bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Mencermati
pengertian dan tujuan PKn di atas, pada hakikatnya PKn diarahkan untuk
membentuk karakter dan kepribadian peserta didik. Pengertian dan tujuan PKn di
atas menggambarkan PKn sebagai mata pelajaran yang sangat kompleks, karena PKn
tidak hanya diarahkan untuk mengembangkan aspek pengetahuan (kognisi) saja,
tetapi juga menyangkut aspek sikap (afeksi) maupun aspek prilaku (psikomotor).
PKn
tidak hanya bertujuan untuk membentuk peserta didik yang cerdas secara
intelektual, tetapi juga cerdas secara mental, spiritual dan sosial. Bahkan
yang paling penting untuk dibina dan dikembangkan adalah pembentukan kecerdasan
spiritual, emosional, dan sosial peserta didik. Inilah yang justru menjadi
tujuan utama pendidikan PKn.
PKn
juga merupakan salah satu mata pelajaran yang mewadahi pembentukan moral
peserta didik sesuai dengan nilai dan kepribadian bangsa. Penanaman dan
pembudayaan nilai yang bersumber dari nilai luhur bangsa diharapkan dapat
membentuk peserta didik yang mengenal jati dirinya sebagai bangsa Indonesia,
berakhlak mulia, cerdas, demokratis, jujur, terampil, berani, dan bertanggung
jawab sehingga tercipta apa yang disebut good
citizenship atau warga negara yang
baik.
Rumusan
tentang tujuan PKn seperti dikemukakan tersebut terlihat jelas pada Penjelasan
UU Sisdiknas, pada Pasal 31 ayat (1) yang mengatakan “Pendidikan
Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air” (Depdiknas, 2007:50).
Rasa kebangsaan dan cinta tanah air akan muncul apabila peserta didik memahami,
mengakui, menghayati dan mengamalkan nilai, norma, dan moral bangsanya, yang
sekaligus menjadi kepribadian bangsa Indonesia.
Beberapa ahli memberikan pandangannya terhadap pengertian
dan tujuan mata pelajaran PKn. Menurut Djahiri (2006:9) PKn adalah program
pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya
memanusiakan (humanizing) dan
membudayakan (civilizing) manusia
(peserta didik) diri dan kehidupannya menjadi warga negara yang baik
sebagaimana tuntutan keharusan (yuridis konstitusional) bangsa dan negaranya. Dengan
kata lain, tujuan PKn adalah berupaya memanusiakan dan membudayakan serta memberdayakan
manusia (peserta didik) menjadi warga negara yang baik. Warga negara yang baik
menurutnya adalah warga negara yang religius, cerdas, demokratis, damai,
tentram, sejahtera, modern, dan
berkepribadian Indonesia.
Tilaar (2003:178) menjelaskan bahwa tujuan
PKn ialah mengembangkan seseorang sebagai warga negara yang baik (good citizen), dan yang menjadi pokok
permasalahan PKn adalah pendidikan moral. Pendapat yang senada dikemukakan oleh
Wahab (2004:1.19) bahwa PKn merupakan mata pelajaran
multidimensional, dimana materi ajar mata pelajaran tersebut memuat materi dari
beberapa disiplin ilmu. Muatan materi PKn dimaksud adalah antara lain (1)
nilai, (2) moral, (3) sosiologi, (4) tatanegara, dan (5) politik. Akan tetapi
yang paling pokok dan menunjang adalah pendidikan nilai dan moral.
Pidarta (2007:105) menjelaskan bahwa PKn merupakan salah satu dari empat mata pelajaran
(yakni Agama, PKn, Pancasila, dan Seni Budaya) yang mengandung banyak materi
pengembangan afeksi. Hal ini karena muatan
materi dalam PKn mencakup nilai-nilai moral, seperti tanggung jawab, penghargaan,
penghormatan, kesopanan, kasih sayang, religius, toleransi, kerja sama, dan
lain sebagainya. Penanaman nilai-nilai ini dalam PKn merupakan sarana untuk
mencapai hakikat dari dibelajarkannya PKn yakni untuk membentuk karakter dan
kepribadian generasi bangsa yang bermoral.
Apabila mencermati pendapat dari beberapa ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa PKn
pada hakikatnya adalah mata pelajaran yang menekankan pada pendidikan nilai dan
moral, yang bertujuan membentuk sikap, karakter, dan kepribadian peserta didik
menjadi warga negara yang baik (good
citizenship).
Sebagai mata pelajaran yang lebih terfokus pada
pendidikan nilai dan moral pembelajaran PKn dituntut untuk bisa mencetak
generasi bangsa yang bermoral dan berkepribadian yang luhur. Untuk mencapai
tujuan ini maka penanaman nilai-nilai moral dalam pembelajaran PKn merupakan
suatu keniscayaan. Jika penanaman nilai-nilai ini tidak dilakukan, maka hakikat
PKn sebagaimana yang dikemukakan di atas akan menjadi hilang. Penaman
nilai-nilai ini harus terintegrasi pada setiap kompetensi dasar mata pelajaran
PKn yang dibelajarkan. Hal ini karena pembelajaran PKn bukan saja ditekankan
untuk mengembangkan pengetahuan (kognisi), bahkan yang lebih penting dalam PKn
adalah pengembangan sikap (afeksi) siswa untuk membentuk kepribadian dan
karakter mereka.
Berdasarkan
analisis di atas, dapat pula disimpulkan bahwa muatan materi PKn banyak
mengandung pengembangan afeksi siswa dalam pembelajaran. Hal ini karena
kompetensi PKn berisi nilai-nilai dan moral yang harus ditanamkan kepada
peserta didik sesuai dengan tujuan dan hakikat PKn yakni untuk membentuk warga
negara yang baik (good citizenship). Dengan demikian, PKn merupakan mata pelajaran yang didalamnya menekankan
pada pengembangan afeksi siswa. Pembelajaran PKn dikatakan berhasil apabila
mampu membentuk karakter dan kepribadian generasi bangsa yang bermoral.
C. Karakteristik
Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar
Usia rata-rata anak Indonesia yang masuk sekolah dasar adalah 6/7 tahun dan selesai pada 12/13 tahun.
Menurut Desmita (2009:35) jika mengacu pada pembagian tahapan perkembangan
anak, anak usia sekolah dasar berada
dalam dua masa perkembangan, yaitu (1) masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun) dan
(2) masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang berbeda dari usia lainnya. Mereka
senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang
merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.
Karakteristik peserta didik
pada jenjang sekolah dasar dapat dilihat berdasarkan kategorisasi yang dikemukakan
oleh para ahli atau pakar psikologi perkembangan. Pengkajian ini penting
dilakukan agar dalam pembelajaran guru dapat mengembangkan potensi peserta
didik dengan lebih tepat sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, untuk mengetahui
karakteristik siswa sekolah dasar
dilihat berdasarkan teori perkembangan kognitif Jean Piaget, teori psikososial
Erik Erikson, dan teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg. Pembahasan perkembangan peserta didik dari ketiga
teori tersebut dapat memperjelas posisi perkembangan kognitif dan moral siswa,
sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan potensi peserta didik dalam
pembelajaran serta penekanan pada aspek afeksi siswa di sekolah dasar.
1.
Teori
Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget membagi
perkembangan kognisi anak-anak dan remaja kedalam empat tahap, yaitu:
(1) sensorimotor (sejak lahir sampai usia 2 tahun),
(2) pra-operasional (usia 2-7 tahun), (3) operasi
konkret (usia 7-11) dan (4) operasi
formal (usia 11 tahun ke atas) (Slavin, 2008:45). Menurut Piaget semua anak
melewati tahap-tahap ini dalam urutan ini, dan tidak seorang pun anak dapat
melompati satu tahap, walaupun anak-anak yang berbeda melewati tahap-tahap
tersebut dengan kecepatan agak berbeda.
Berdasarkan teori
perkembangan kognitif Piaget, anak pada jenjang usia sekolah dasar berada pada
tahap operasi konkret (7-11 tahun). Ciri-ciri
umum anak operasi konkret adalah anak berkecendrungan praktis, konkret, dan
terikat pada dunia keseharian. Selain itu, anak juga dapat membentuk konsep,
melihat hubungan, dan memecahkan masalah sepanjang mereka melibatkan
obyek-obyek dan situasi-situasi yang ia kenal (Nur, 2004:25).
Beberapa karakteristik yang mencirikan tahap perkembangan
anak pada operasi konkret ini antara lain (Suparno, 2001:69-86):
a. anak sudah tidak lagi egosentris, tetapi sudah berfikir
desentris. Dia sudah menyadari bahwa orang lain bisa saja memiliki pemikiran
yang berbeda dengannya. Oleh sebab itu, perbedaan-perbedaan tersebut bisa
diterimanya;
b. pemikiran anak bersifat
reversibel, artinya anak sudah
bisa mengerti sesuatu dari dua arah, atau sudah bisa berfikir terbalik. Hal ini
bisa dilakukan anak karena sistem pemikiran yang dimiliki sudah didasari pada
aturan-aturan yang logis;
c. anak sudah bisa mengurutkan (seriasi) dan melakukan
klasifikasi objek;
d. pemikiran anak sudah lebih decentering, artinya anak pada tahap ini dapat melihat suatu objek
atau persoalan dari berbagai macam segi atau secara menyeluruh. Akan tetapi
sistem operasinya masih didasarkan pada hal-hal yang konkret, belum bersifat
abstrak apalagi hipotesis;
e. anak sudah bisa berfikir kausalitas secara lebih
mendalam. Pada tahap ini anak suka bertanya mengapa sesuatu itu bisa terjadi.
Berdasarkan
karakteristik siswa pada fase operasi konkret di atas dapat disimpulkan bahwa
siswa cendrung berfikir praktis, konkret, dan terikat pada dunia keseharian.
Ini artinya bahwa pembelajaran untuk siswa di SD harus diarahkan pada
konsep-konsep yang bersifat kongkret dan menyangkut dunia keseharian siswa, dan
jangan mengajarkan siswa dengan contoh-contoh yang abstrak. Pada fase ini anak baru mulai mengembangkan kemampuan
berfikir dan konsep dirinya. Hal ini terlihat dari sistem berfikir anak yang
masih bersifat kongkrit dan lemah dalam berfikir abstrak. Guru dalam melakukan
pembelajaran hendaknya sekonkret mungkin dan sebanyak mungkin melibatkan
pengalaman-pengalaman fisik.
Dalam
hal pengembangan afeksi, penanaman nilai-nilai oleh guru kepada siswa dilakukan
melalui keteladanan. Siswa membutuhkan contoh keteladanan melalui sikap yang
ditujukkan oleh guru/pendidik dan bukan contoh yang berupa kata-kata maupun
konsep yang abstrak. Dengan demikian, pembelajaran di SD harus ditekankan pada
aspek afeksi tanpa menyampingkan aspek yang lainnya (kognisi maupun
psikomotor), yakni melalui pemberian contoh dan teladan yang baik dari guru.
Dalam hal ini guru harus dapat menjadi model/teladan bagi siswa. Guru harus
berhati-hati dalam bersikap, berbicara, dan berbuat karena akan sangat
berpengaruh terhadap kepribadian peserta didik. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Zuriah (2007:203) bahwa salah satu strategi pengintegrasian
pendidikan budi pekerti (nilai-nilai moral) pada pembelajaran di SD adalah
melalui keteladanan atau contoh yang ditujukkan baik oleh guru, kepala sekolah,
maupun staf adminstrasi sekolah.
2. Teori
Perkembangan Psikososial Erikson
Seperti Piaget, Erikson
memandang perkembangan sebagai suatu perjalanan melalui suatu urutan tingkatan.
Setiap tingkatan memiliki tujuan khusus, perhatian, kecakapan, dan bahaya
sendiri-sendiri. Pada setiap tingkatan, menurut Erikson merupakan suatu krisis
perkembangan (developmental crisis). Setiap krisis melibatkan suatu
konflik antara suatu alternatif positif dan suatu alternatif yang memiliki
potensi tidak sehat. Cara bagaimana individu menyelesaikan setiap krisis akan
berpengaruh mendalam terhadap gambaran diri (self-image) individu dan
pandangan terhadap masyarakat (Woolfolk, 2004:3).
Delapan tingkatan
perkembangan psikososial Erikson yang disebut dengan “delapan tingkatan usia
manusia” (eight ages of man) antara
lain: (1) percaya vs tidak percaya (sejak lahir s.d. 12-18 bulan), (2) otonomi
vs malu/ragu-ragu (18 bulan s.d. 3 tahun), (3) inisiatif vs perasaan bersalah
(3 s.d. 6 tahun), (4) percaya diri vs rendah diri (6 s.d. 12 tahun), (5)
identitas vs bingung terhadap peran (12 s.d. 18/adolesen), (6) akrab vs isolasi
(19 s.d. 25 tahun/dewasa awal), (7) mempertahankan keturunan vs stagnasi (25
s.d. 45 tahun/dewasa), dan (8) integrasi ego vs putus asa (45 tahun ke
atas/dewasa akhir) (Woolfolk, 2004:4).
Berdasarkan delapan tingkatan yang dibuat oleh Erikson di
atas, sesuai dengan rentang usia siswa pada jenjang sekolah dasar, dapat
diketahui bahwa perkembangan psikososial anak pada usia sekolah dasar berada
pada tingkatan ke (4) yakni percaya diri vs rendah diri (6 s.d. 12 tahun).
Dalam hal ini perlu dilihat karakteristik perkembangan psikososial siswa pada
tingakat percaya vs rendah diri yang dikemukakan Erikson.
Pada tahun-tahun awal sekolah, siswa sedang mengembangkan apa yang disebut
Erikson ”rasa percaya diri” (industry).
Mereka mulai melihat hubungan antara ketekunan dan kepuasan yang diperoleh dari
menyelesaikan pekerjaan (Woolfolk, 2004:10). Anak-anak yang hidup dalam
masyarakat modern seperti sekarang ini, sekolah dan lingkungan tentu menawarkan
suatu tantangan baru yang lebih kompleks dan rentan dengan pengaruh baik dari
dalam diri maupun dari lingkungan. Pada fase ini interaksi dengan teman sebaya
menjadi sangat penting. Jika anak mampu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan, menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kerja kelompok, dapat membawa
siswa ke arah pengembangan rasa mampu (positif). Sebaliknya jika siswa gagal,
kesulitan dalam mengatasi tantang ini dapat mendatangkan rasa rendah diri.
Pada fase inilah peserta didik mulai mengembangkan kemampuan berfikir dan
konsep dirinya. Apabila pada tahap ini anak gagal membentuk kepercayaan dirinya
maka anak tersebut akan memiliki kosep diri negatif atau rendah diri. Pada fese
ini sekolah kemudian menjadi faktor pertama dan utama dalam perkembangan, karena
anak-anak menghabiskan banyak tahun-tahun penting di sekolah pada saat-saat
mereka mengindra diri mereka sendiri dan orang lain yang sedang berkembang.
Agas siswa berhasil dalam pembelajaran pada jenjang sekolah dasar, guru/pendidik hendaknya membekali peserta didik dengan
nilai-nilai moral yang akan membentuk karakter siswa menuju sikap positif.
Nilai-nilai moral ini harus ditanamkan agar siswa memiliki kepekaan sosial yang
tinggi, sehingga lingkungan sosial yang positif juga dapat terbentuk. Hal ini
dapat membantu peserta didik membentuk rasa percaya dirinya yang kuat dan
karakter yang positif.
Jika mencermati karakteristik anak pada usia sekolah
dasar berdasarkan pendapat Erikson di atas, maka pembelajaran di sekolah dasar
harus lebih ditekankan pada pengembangan aspek afeksi siswa, sebab penekanan
pada aspek afeksi ini akan dapat membentuk kepribadian siswa yang positif dalam
lingkungan sosial yang kondusif. Penanaman nilai-nilai seperti kerja sama,
kasih sayang, toleransi, tanggung jawab, penghargaan, kedermawanan, dan lain
sebagainya dapat membantu siswa melewati fase kritis yakni rasa rendah diri
menunju rasa percaya diri. Sebab lingkungan sosial yang terbentuk dapat
memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengembangkan sikap positifnya.
3.
Teori
Perkembangan Moral Kohlberg
Kohlberg (1995:80) membagi perkembangan moral dalam tiga
tipologi yaitu (1) prakonvesional: ciri-ciri dari fase ini adalah anak
berperilaku baik, penurut, dan melihat sesuatu dari akibat fisik, misalnya
hukuman, ganjaran atau kebaikan apa yang akan diterima bila melakukan suatu
perbuatan tertentu; (2) konvensional atau biasa disebut fase konformis:
ciri-ciri fase ini adalah anak sudah mempertahankan peraturan kelompok dan
bangsanya, menyesuaikan diri dengan tatanan sosial dan mempertahankannya; (3)
post konvensional: pada fase ini anak sudah memiliki dorongan menuju
prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, dan memiliki validitas dalam penerapan
moral.
Slavin (2008:74) menjelaskan bahwa dalam teori
perkembangan moral, Kohlberg percaya bahwa dilema moral dapat digunakan untuk
menunjukkan tingkat penalaran moral anak, tetapi hanya setahap demi setahap.
Anak-anak melangkah dari satu tahap ke tahap berikutnya ialah dengan
berinteraksi dengan orang lain yang penalarannya berada satu atau paling tinggi
dua tahap di atas mereka. Dalam hal ini guru dapat membantu siswa melangkah
dalam penalaran moral dengan memasukkan pembahasan keadilan dan masalah-masalah
ke dalam pembelajaran, khususnya untuk menanggapi peristiwa-peristiwa yang terjadi
di dalam kelas atau di dalam masyarakat yang lebih luas.
Berdasarkan tahap-tahap perkembangan moral di atas, dalam
membentuk karakter dan moral peserta didik khususnya siswa sekolah dasar,
guru/pendidik dituntut untuk mampu menumbuhkan kemampuan sosial yang diperlukan
untuk memungkinkan siswa menjadi orang-orang yang otonom dan kompeten secara
sosial. Dalam kondisi seperti ini guru harus mampu menjadi figur teladan yang
baik bagi peserta didiknya dan mampu memberikan stimulasi agar peserta didiknya
terdorong untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan norma
yang ada. Pemberian hukuman atau pujian secara
spontan pada setiap perilaku siswa yang kurang baik atau yang baik sangat
diperlukan untuk meransang perkembangan moral siswa.
Selain itu, penanaman nilai dan moral dapat
dilakukan melalui pendekatan dilema moral. Penanaman nilai dan pembentukan
moral harus dimulai dari pembentukan struktur kognitif dan penalaran. Dengan
adanya konstruksi pengetahuan dan kemampuan penalaran inilah maka nilai, moral,
dan norma akan mempribadi dalam diri peserta didik.
Bedasarkan
uraian teori-teori perkembangan yang telah disampaikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran pada jenjang SD harus lebih ditekankan pada pengembangan
aspek afeksi siswa, dengan tidak menghilangkan aspek-aspek lainnya, hanya saja
proporsinya harus lebih besar pada penekanan aspek afeksi siswa. Pengembangan
aspek afeksi ini dilaksanakan melalui pemberian teladan atau contoh lansung
dari guru/pendidik (konkret), membentuk lingkungan belajar sosial siswa yang
positif, serta menumbuhkan
kemampuan sosial untuk memungkinkan siswa menjadi anak yang otonom dan kompeten
secara sosial.
D. Standar
Kompetensi Guru
Standar Kompetensi Guru sebagai agen pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
a. Kompetensi pedagogik;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi profesional; dan
d. Kompetensi sosial.
Standar kompetensi guru secara nasional
dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik
adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik; kompetensi kepribadian
adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik; kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan kompetensi sosial
adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan
efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
Dalam UU
14/2005 pada Pasal 8 dan Pasal 9 dinyatakan bahwa “guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi pendidik pada satuan
pendidikan dasar dan menengah sekurang-kurangnya strata satu (S1) atau diploma
empat (D IV)”.
Dalam Permen 16/2007 pada Pasal 1
ayat (1) disebutkan bahwa “setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi
akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional”. Kualifikasi guru
pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang
pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program
studi yang terakreditasi.
Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru
yang dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan
guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.
Tabel
2.1
Standar
Kompetensi Guru
No
|
Jenis Kompetensi
|
Kompetensi Inti Guru
|
1.
|
Kompetensi Pedagodik
|
Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
|
Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik.
|
||
Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata
pelajaran yang diampu.
|
||
Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
|
||
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran.
|
||
Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki.
|
||
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik.
|
||
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan
hasil belajar.
|
||
Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
|
||
Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.
|
||
2.
|
Kompetensi Kepribadian
|
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia.
|
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
|
||
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa.
|
||
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi,
rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
|
||
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
|
||
3.
|
Kompetensi Sosial
|
Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak
diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
|
Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
|
||
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah
Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
|
||
Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan
profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
|
||
4.
|
Kompetensi Profesional
|
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola
pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
|
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran yang diampu.
|
||
Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara
kreatif.
|
||
Mengembangkan keprofesionalan secara berke-lanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
|
||
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
mengembangkan diri.
|
E. Sertifikasi
Guru
Undang‐Undang
Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana
(S‐1)
atau diploma empat (D‐IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan
kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Guru adalah ujung tombak dalam proses
pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan serta tinggi
rendahnya kualitas suatu pendidikan ditentukan salah satunya oleh guru.
Demikian pentingnya peranan seorang guru tentunya membawa pada suatu tanggung
jawab untuk menjalankan profesi tersebut dengan suatu sikap profesionalisme
yang tinggi. Dan dalam menjalankan profesinya, seorang guru tidak hanya
dituntut untuk mampu memberikan pengetahuan kepada anak didiknya, akan tetapi
juga harus mampu menanamkan suatu nilai – nilai pendidikan dengan gurusebagai
modelnya.
Dalam menjalankan profesinya, seorang guru
harus melakukan dua fungsi sekaligus yaitu; fungsinya secara moral yang mana ia
diharuskan membimbing anak didiknya tidak hanya dengan kecerdasannya akan
tetapi juga dengan rasa cinta, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dan juga
menjalankan fungsi kedinasannya yaitu mendidik dan membimbing para anak
didiknya agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan bermanfaat bagi
pembangunan bangsa.
Upaya dalam
menyikapi profesionalisme tenaga pendidik dalam usaha untuk meningkatkan mutu
pendidik sekaligus juga mutu peserta didik di negara kita. Salah satunya
melalui kebijakan mengenai sertifikasi guru. Pada dasarnya sertifikasi adalah
upaya untuk meningkatkan profesi seorang pendidik agar setara dengan profesi –
profesi yang sudah ada seperti; dokter, pengacara, psikolog, dan lain
sebagainya. Pada hakikatnya profesi adalah suatu pernyataan atau janji
seseorang yang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau layanan karena orang
tersebut merasa terpanggil menjabat pekerjaan itu. Sedangkan sertifikasi pada
hakikatnya adalah pemberian sertifikat kompetensi atau surat keterangan sebagai
pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan setelah
lulus uji kompetensi.
Apabila
dihubungkan dengan profesi guru, maka sertifikasi dapat diartikan sebagai surat
bukti kemampuan mengajar dalam mata pelajaran, jenjang dan bentuk pendidikan
tertentu.
Sertifikasi
berasal dari kata certification yang berarti diploma atau pengakuan secara
resmi kompetensi seseorang untuk memangku sesuatu jabatan profesional. Apabila
dihubungkan dengan profesi guru, maka sertifikasi dapat diartikan sebagai surat
bukti kemampuan mengajar yang menunjukkan bahwa pemegangnya memiliki kompetensi
mengajar dalam mata pelajaran, jenjang dan bentuk pendidikan tertentu seperti
yang diterangkan dalam sertifikat kompetensi tersebut (P3TK
Depdiknas, 2003). Sertifikasi adalah pemberian sertifikat kompetensi
atau surat keterangan sebagai pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan suatu pekerjaan setelah lulus uji kompetensi.
Adapun ciri-ciri
profesionalisme guru menurut Huole (dalam Suyanto, 2003:11) adalah: (1).
Memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (2). Harus berdasarkan atas kompetensi
individual bukan atas dasar KKN, (3). Memiliki sistem seleksi dan sertifikasi,
(4). Ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (5). Adanya
kesadaran profesional yang tinggi, (6). Memiliki prinsip – prinsip etik yang
berupa kode etik, (7). Memiliki sanksi profesi, (8). Adanya militansi
individual, dan (9). Memiliki organisasi profesi.
Sedangkan
menurut Mungin (2003) guru yang profesional antara lain memiliki ciri: (1).
Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang, (2). Memiliki keterampilan
membangkitkan minat peserta didik, (3). Penguasaan pengetahuan dan teknologi
yang kuat, dan (4). Memiliki sikap profesional yang berkembang secara
berkesinambungan.
Guru mempunyai
kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang‐undangan.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan
sertifikat pendidik. Lebih lanjut Undang‐Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru tersebut mendefinisikan bahwa profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi.
Diharapkan agar
guru sebagai tenaga profesional dapat berfungsi untuk meningkatkan martabat dan
peran guru sebagai agen pembelajaran dan berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Dengan terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan
berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara
berkelanjutan.
Tahapan
pelaksanaan sertifikasi guru dimulai dengan pembentukan panitia pelaksanaan
sertifikasi guru di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pemberian kuota kepada
dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, dan penetapan peserta oleh dinas
pendidikan provinsi dan kabupaten/kota. Agar seluruh instansi yaitu dinas
pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, LPMP dan unsur terkait dengan pelaksanaan
sertifikasi guru mempunyai pemahaman yang sama tentang kriteria dan proses
penetapan peserta sertifikasi guru, maka perlu disusun Pedoman Penetapan
Peserta Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.
Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 65 huruf b dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi
Guru Dalam Jabatan, sertifikasi bagi guru dalam jabatan untuk memperoleh
sertifikat pendidik dilaksanakan melalui pola: (1) uji kompetensi dalam bentuk
penilaian portofolio, dan (2) pemberian sertifikat pendidik secara langsung.
Penilaian
portofolio dilakukan melalui penilaian terhadap kumpulan dokumen yang
mencerminkan kompetensi guru. Komponen penilaian portofolio mencakup: (1)
kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar,
(4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan
pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8)
keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang
kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang
pendidikan. Pemberian sertifikat pendidik secara langsung dilakukan melalui
verifikasi dokumen. Penilaian portofolio dan pemberian sertifikat pendidik
secara langsung kepada peserta sertifikasi guru dilakukan oleh Rayon LPTK
Penyelenggara Sertifikasi Guru yang terdiri dari LPTK Induk dan LPTK Mitra
dikoordinasikan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
F. Hipotesis
Penelitian
Hipotesis
merupakan suatu pernyataan yang mencerminkan dugaan-dugaan ilmiah. Hipotesis
dikatakan sementara karena kebenarannya masih perlu diuji atau dites
kebenarannya dengan data yang diperoleh
melalui penelitian. Berdasarkan masalah yang diangkat dalam penelitian
ini maka dapat diajukan hipotesis kerja sebagai berikut.
1. Kompetensi
pedagogik guru SD kelas V yang sudah sertifikasi lebih baik dibandingkan guru
SD Kelas V yang belum sertifikasi.
2. Kompetensi
profesional guru SD kelas V yang sudah sertifikasi
lebih baik dibandingkan guru SD Kelas V yang belum sertifikasi.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penggunaan
pendekatan kuantitatif di dasarkann pada pertimbangan bahwa sumber dan jenis data yang akan di
amabil bersifat representatif dan proses penelitiannya bersifat deduktif untuk
menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan
hipotesis.
Adapun
jenis penelitian ini adalah komparasi (comparative). Penelitian komparasi
berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan melalui ukuran
sampel yang juga berarti menguji kemampuan generalisasi (Sugiono, 2008:9).
Penelitian kompoarasi dilakukan setelah perbedaan-perbedaan dalam variabel
bebas terjadi karena perkembangan semua
kejadian yang dipersoalkan tersebut berlangsung.
B. Desain
Penelitian
Penelitian
ini mefokuskan pada pelaksanaan pembelajaran PKn di SD yang dilakukan guru dari
sisi kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Berpijak dari fokus
penelitian tersebut, maka desain penelitian ini sebagai berikut.
Tabel
3.1
Desain
Penelitian
Guru
yang sudah tersertifikasi
|
|
Guru
yang belum tersertifikasi
|
X1
|
dibandingkan
|
X1
|
X2
|
|
X2
|
Keterangan:
X1 : kompetensi pedagogik guru
X2 : kompetensi profesional guru
C. Subjek
Penelitian
1. Populasi
Populasi
adalah keseluruhan individu yang dijadikan sebjek penelitian yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari kemudian dan ditarik kesimpulan. Jenis
penelitian yang kuantitatif merupakan penelitian yang sifatnya memberikan
gambaran yang sistematis dan akurat mengenai populasi dan sampel pada suatu
tempat atau daerah tertentu. Oleh karena itu diperlukan populasi dan sampel
dalam penelitian agar penelitian tersebut memberikan gambaran tentang
fakta-fakta yang sebanarnya, tanpa memanipulasi kedalam fakta atau informsi
lain.
Sesuai
batasan di atas dan tujuan penelitian maka populasi dari penelitian ini adalah
guru Sekolah Dasar Negeri Kelas V di Kecamatan Selong. Penentuan sampel tersebut
dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut.
a. SD
merupakan jenjang pendidikan formal yang pertama yang ada dan merupakan peletak
dasar pertama pengetahuan, sikap, maupun keterampilan peserta didik. Jika pada
pembelajaran pada jenjang pendidikan SD berhasil maka diasumsikan pendidikan
pada jenjang selanjutnya akan menjadi lebih baik. Demikian pula sebaliknya.
b. Jumlah
guru SD di Kecamatan Selong cukup besar yaitu sebanyak 512 guru.
c. Dilaukan
di kelas V, karena kelas V merupakan kelas yang representatif untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan pembelajaran PKn. Saat ini pembelajaran di SD kelas
rendah menggunakan model pembelajaran tematik, sehingga sulit untuk melihat
pelaksanaan pembelajaran PKn secara spesifik.
d. Penelitian
ini dilakukan di Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur merupakan merupakan
Kecamatan Kota di Kabupaten Lombok Timur, sehingga kecamatan Selong merupakan
kecamatan yang potensial yang cukup diperhitungkan di kabupaten Lombok Timur
dan letaknya berada di Ibu Kota Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan pengambilan
populasi dengan scope kecamatan didasarkan pada pertimbangan teknis
penelitian, baik disebabkan minimnya waktu maupun dana penelitian. Namun
demikian hasil penelitian nantinya dapat merupakan representasi dari
pelaksanaan pembelajaran PKn di SD yakni oleh guru yang belum sertifikasi dan
sudah sertifikasi.
2. Sampel
Sampel
penelitian adalah sebagian dari populasi, oleh karena itu dalam setiap
penelitian yang menggunakan sampel penelitian, maka sampel diambil harus
mencerminkan populasi. Bila populasi besar, peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada dalam populasi, maka peneliti dapat menentukan sampel yang
diambil dari populasi tersebut. Dalam
pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria pengambilan sampel
seperti dikemukakan oleh Arikunto (2006:200) menyatakan apabila subjek besar
(lebih dari 100) maka diambil 10-15% atau 20-25% lebih baik.
Teknk
sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik area proporsional random
sampling. Kelurahan yang yang terpilih menjadi sampel adalah Kelurahan
Selong, Kelurahan Pancor, Kelurahan Sandubaya, Kelurahan Rakam, Kelurahan
Denggen, Kelurahan Kembang Sari, dan Kelurahan Sekarteja, dengan jumlah sampel
pada masing-masing daerah (kelurahan) sebagaiman Tabel 3.2 berikut
Tabel
3.2
Jumlah
Responden Guru SD Kelas V
Pada
Tiap-tiap Kelurahan di Kecamatan Selong
Lombok Timur
No
|
Nama Kelurahan
|
Jumlah Guru
|
Jumlah Responden Tiap Kelurahan
|
1.
|
Selong
|
8
|
2
|
2.
|
Pancor
|
6
|
1
|
3.
|
Sandubaya
|
3
|
1
|
4.
|
Rakam
|
3
|
1
|
5.
|
Denggen
|
4
|
1
|
6.
|
Kembang Sari
|
3
|
1
|
7.
|
Sekarteja
|
3
|
1
|
Jumlah
|
|
8
|
Dari
jumlah populasi tersebut, maka besar sampel yang diambil sebasar 8 guru (4 guru
sudah bersertifikasi dan 4 guru belum bersertifikasi). Jumlah tersebut dianggap
sudah cukup, dalam arti penelitian sudah dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
D. Definisi
Operasional Variabel
Variabel
dalam penelitian ini menyangkut dua hal yakni, kompetensi pedagogik guru dan
kompetensi profesional guru.
1. Kompetensi
Menurut Mulyasa (2008:25) kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oeh guru dalam melakukan tugas keprofesionalan. Dengan
demikian kompetensi adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru
searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum), tututan masyarakat
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kompetensi tersebut
terintegrasi dalam diri dan pribadi guru.
2. Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi kemampuan
guru dalam (a) merancang pembelajaran, (b) pelaksanaan pembelajaran, (c)
pemahaman terhadap peserta didik, (d) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (e)
pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dan (f) pengembangan peserta didik.
3. Kompetensi
profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran oleh
guru secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik mengerti
dan menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, yang
meliputi (a) kemampuan mengerti dan menerakan teori belajar sesuai taraf
perkembangan peserta didik, (b) (b) kemampuan menangani dan mengembangkan
bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, (c) kemampuan mengerti dan
menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, (d) kemampuan mengembangkan dan
menggunakan alat, media dan sumber belajar yang relevan, (d) kemampuan
mengorganisasikan dan melaksanakann program pembelajaran, dan (e) kemampuan
menumbuhkan keperibadian peserta didik.
E. Teknik
Pengumpulan Data
Berdasarkan
rumusan masalah dan sumber data, maka teknik ppengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan dokumentasi. Penggunaan teknik-teknik tersebut didasarkan
pada jenis data yang diambil.
1. Teknik
Observasi
Penelitian ini menggunakan teknik
observasi non partisipatif. Observasi non partisipatif merupakan salah satu
bentuk observasi dimana peneliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang
dilakukan subjek penelitian tetapi hanya duduk dan mengamati apa yang dilakukan
dan terjadi pada latar yang diobservasi (Fraenkel dan Wallen, 2003:451).
Kegiatan observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran dilakukan oleh
subjek penelitian di kelas. Penggunaan teknik observasi dalam penelitian inii
bertujuan untuk menjaring informasi berkaitan dengan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru SD kelas V yang menjadi subjek penelitian.
2. Teknik
Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data melalui catatan
peristiwa yang sudah berlalu (Sugiono, 2006:270). Catatan peristiwa, gambar,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan
bentuk lainnya (Arikunto, 1998:236). Adapun dokumen dalam penelitian ini adalah
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan lembar evaluasiyang dibuat oleh
subjek penelitian yang akan digunakan dalam pembelajaan yang dilakukan. Jadi,
RPP dan lembar evaluasi yang akan dianalisis di sini adalah beberapa RPP dan
lembar evaluasi yang dibuat oleh guru SD kelas V yang menjadi subjek
penelitian.
F. Teknik
Analisis Data
Teknis
analisis data yang digunakann adalah indevendent sample t-test. Untuk
memudahkan perhitungan kedua uji persyaratan tersebut peneliti menggunakan
program SPSS 17 for Windows. Analisis
data yang dilakukan dalam penelitian adalah untuk menguji perbedaan mengenai
pembelajaran PKn di SD antara guru yang belum sertifikasi dan guru sudah
sertifikasi.
Sebelum
analisis dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan melalui uji
normalitas dan homogenitas varian. Adapun teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian adalah analisis uji t-test dan uji-t yang digunakan adalah independent
sample t-test dengan taraf signifikansi = 0,05 dengan rumus sebagai
berikut.
(Ferguson,
1981:178)
Keterangan:
t : nilai t-hitung
: rata-rata kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
: rata-rata kelompok 2 (kelompok guru belum tersertifikasi)
: varian dari kedua kelompok
: jumlah sampel kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
: jumlah sampel kelompok 2 (kelompok guru belum
tersertifikasi)
Sebelum
menghitung nilai t-test, peneliti harus mengetahui besar nilai varian dari
kedua kelompok dengan rumus sebagai berikut.
(Ferguson,
1981:178)
Keterangan:
: varian dari kedua kelompok
: jumlah sampel kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
: jumlah sampel kelompok 2 (kelompok guru belum
tersertifikasi)
: rata-rata kelompok 1 (kelompok guru tersertifikasi)
: rata-rata kelompok 2 (kelompok guru belum tersertifikasi)
Kriteria Pengujian
Jika
t-hitung lebih kecil atau sama dengan t-tabel, maka H0 ditolak, dan
Ha diterima. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% dengan df
(degree of freedom) = N-k. untuk indivendent sample t-test df=N-2.
G. Jadwal
Pelaksanaan Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Bulan/Minggu
|
|||||||
I
|
II
|
||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Menyusun proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Menyusun instrumen penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Validasi dan finalisasi instrumen
penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Pengambilan data penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Analisis data penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Penyusunan draft laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Finalisasi laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Penggandaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
H. Biaya
Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Alwi. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka
Pelajar
Arend. 2008. Belajar untuk Mengajar. Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Indeks
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Baedhowi.
2007. “Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI”. Buletin BSNP Vol.
VI/No.3/September 2011. BSNP: Jakarta.
Bafadol, Ibrahim. 2006. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah
Dasar dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:
Bumi Aksara
BSNP. 2010. Laporan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2010. Jakarta: Depdiknas.
Deporter, Bobi. 2000. Quantum Learning. Jakarta: Indeks
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru
dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: Rosdakarya.
Djahiri, Kosasih. 2006. “Esensi
Pendidikan Nilai Moral dan PKn di Era Globalisasi”. Dasim Budimansyah dan
Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai
Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. 3-13. Bandung: Laboratorium
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.
Kohlberg, Lawrence. 1995. Tahap-tahap perkembangan Moral. Edisi
Bahasa Indonesia. John de Santo dan Agus Cremers (Penerjemah).
Kanisius:Yogyakarta.
Krathwohl, David R.; Bloom, Benjamin
S.; and Masia, Bertram B. 1973. Taxonomy
of Educational Objectives, The Classification of Educational Goals, Handbook
II: Affective Domain. London: Longman Group LTD.
Nasution S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Nur, Mohamad. 2004. Teori-teori
Perkembangan Kognitif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah,
Universitas Negeri Surabaya
Permen Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permen Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Permen Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Piaget, Jean and Inhelder Barbel.
2010. The Psychology of the Child. Edisi Bahasa Indonesia. Eka
Adinugraha (Penyuting) dan Miftahul Jannah (Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Pidarta, Made. 2007. Wawasan Pendidikan. Surabaya:
Unesa University Press.
Popham, James dan Baker, Eva. 2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Rochman.
2011. Pengelolaan Pengajaran Rineka Cipta: Jakarta
Sari, Tita Tanjung. 2012. Pelasanaan Pembelajaran IPS Kelas V di
Kabupaten Sidoarjo.Tesis Magister Pendidikan, Tidak Dipublikasikan.
Slavin, Robert E. 2008. Educational Psyicology: Theory and Practice.
Edisi Bahasa Indonesia, Marianto Samosir (Penerjemah). Jakarta: Indeks.
Sofyana. 2002. Profesionalisme
Guru dalam Pembelajaran. Insan Cendekia: Surabaya.
Sumardi, L. 2008. “Analisis Pelaksanaan Pembelajaran PKn di
Sekolah Dasar Kelas Rendah (Studi Kasus di Kota Mataram)”. Tesis
Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.
Suparno, Paul.
2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean
Piaget. Yogyakarta: Kanesius.
Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Usman, Uzer.
2006. Menjadi Guru Profesional.
Jakarta: Remaja Rosdakarya
Wahab, Aziz . 2004. Materi Pokok Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn), Modul 1-6. Jakarta: Universitas Terbuka.
Woolfolk, Anita E. 2004. Educational
Psychology, Sixth Edition. Edisi Bahasa Indinesia. Disadur Oleh Masitah dan
Mohamad Nur. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri
Surabaya.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan
Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
Lampiran I: Biodata Peneliti
Identitas
|
|
|
|
||
Nama Lengkap
|
:
|
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
|
|||
NIP
|
:
|
19831020
201012 1 003
|
|||
Bidang Keahlian
|
:
|
Pendidikan Dasar
|
|||
Jabatan Struktural
|
:
|
-
|
|||
Jabatan Fungsional
|
:
|
Tenaga Pengajar
|
|||
Unit Kerja
|
:
|
Prodi PGSD FISIB Universitas Trunojooyo Madura
|
|||
Alamat Surat
|
:
|
Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan
|
|||
Telepon/Fax
|
:
|
0331-3011146 / 031-3011506
|
|||
Alamat Rumah
|
:
|
Perum Griya Abadi AG 28 Bangkalan
|
|||
Telepon / Email
|
:
|
081 917 799 588 / muji_utm@yahoo.com
|
|||
Pendidikan
|
|
|
|
Perguruan Tinggi
|
Gelar
|
Tahun Tamat
|
Bidang Studi
|
Universitas Mataram, Mataram
|
S.Pd.
|
2005
|
PPKn
|
Universitas
Negeri Surabaya, Surabaya
|
M.Pd.
|
2010
|
Pendidikan Dasar
|
Pengalaman Penelitian
|
|||||||
No
|
Judul / Topik
|
Sponsor / Penyandang Dana
|
Tahun
|
||||
1.
|
Implementasi
Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Daya Serap Mahasiswa pada
Matakuliah Teori Belajar dan Pembelajaran di Prodi PGSD Universitas
Trunojooyo Madura.
|
Mandiri
|
2011
|
||||
2.
|
Pendidikan
Karakter Berbasis Pesantren (Studi Kasus di SD Al-Mujtamak Pamekasan)
|
Mandiri
|
2012
|
||||
Daftar Publikasi
|
|||||||
No
|
Penulis
|
Judul
|
Nama Berkala
|
Volume
|
Status
|
||
1.
|
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
|
Pengembangan
Instrumen Evaluasi Afeksi pada Mata Pelajaran PKn di Sekolah Dasar
|
Jurnal
Inovasi Universi-tas Negeri Sutabaya
|
Vol.ume
08/No.02/Oktober 2011
|
ISSN 1829-6785
|
||
Pengalaman Pengabdian/
Pelatihan/ Penyuluhan/ Pemateri
|
|||
No
|
Judul / Topik
|
Lokasi
|
Tahun
|
1.
|
Pemateri
Kegiatan Seminar Pendidikan Guru SD/MI, KKN Universitas Trunojoyo Madura
|
Desa
Rombuh, Kecamatan Palengaan, Pamekasan
|
2011
|
2.
|
Pemateri
Kegiatan Seminar Pendidikan Guru SD/MI, KKN Universitas Trunojoyo Madura
|
Desa
Artodung, Kecamatan Palengaan, Pamekasan
|
2011
|
3.
|
Pengisi acara di Radio Republik
Indonesia Suarabaya dalam siaran Pedesaan
|
Surabaya
|
2011
|
4.
|
Pengisi acara di Radio Pendidikan Suarabaya dalam siaran Halo Pendidikan
|
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Surabaya
|
2012
|
5.
|
Diklat
PEKERTI
|
Universitas
Trunojoyo Madura
|
2012
|
6.
|
Diklat
Pendidikan Karakter dalam PKn di Perguruan Tinggi
|
Hotel
Griyawisata Jakarta
|
2012
|
Mata Kuliah
yang Diampu
|
||
No
|
Nama Mata Kuliah
|
SKS
|
1.
|
Teori Belajar dan Pembelajaran di SD
|
2
|
2.
|
Strategi Pembelajaran
|
3
|
3.
|
Pengantar Ilmu Pendidikan
|
2
|
4.
|
Media Pembelajaran
|
2
|
5.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
|
3
|
6.
|
Pengantar Ilmu Pendidikan
|
2
|
Bangkalan, 8 Oktober 2012
Hormat Saya,
Mujtahidin, S.Pd., M.Pd.
NIP. 19831020 201012 1 003
No comments:
Post a Comment